Kalau kita cermati, dalam beberapa waktu terakhir ini, terjadi
"operasi media" oleh media2 besar berskala nasional pendukung Jokowi.
"Operasi media" itu dilancarkan kubu Jokowi kepada kubu KMP sebagai
respon atas serangkaian kekalahan yang diderita KIH (koalisi pendukung Jokowi) di
DPR.
"Operasi media" dilancarkan oleh media2 nasional baik
TV, media cetak, maupun media online yang selama ini menjadi pilar utama
pencitraan JKW. Melalui "operasi media" itu, mereka berupaya membuat
semacam "branding" terhadap kubu Koalisi Merah Putih (KMP).
"Branding" yang disematkan media2 corong JKW itu
kepada KMP adalah: Pertama, KMP tak lebih dari Koalisi Pendukung Prabowo,
koalisi sakit hati.
Mereka berupaya membentuk "imej" di masyarakat bahwa
keberadaan KMP hanyalah sebagai alat balas dendam Prabowo atas kekalahan di
Pilpres lalu.
Mereka berusaha mengopinikan bahwa KMP adalah gerombolan partai2
pendukung Prabowo yang tidak bisa "move on" dari kekalahan dalam
Pilpres kemarin.
"Branding" kedua, mereka mengopinikan bahwa KMP adalah
kelompok yg anti-demokrasi & karenanya dianggap membahayakan demokrasi di
negeri ini. Seolah2 KMP adalah monster yg menakutkan yg mengancam kehidupan
demokrasi yg telah dinikmati sejak era reformasi. Karena itu mereka kerap
menjuluki KMP sebagai "Koalisi Neo Orba", "Koalisi Neo
Soehartois" dan julukan2 yg naif lainnya.
Mereka menuduh KMP telah memanipulasi aturan dengan cara2 licik
demi menggolkan tujuannya: mengganggu & menjatuhkan pemerintahan JKW.
Dengan beberapa "branding" yg mereka bangun itu,
target mereka adalah memancing kemarahan rakyat secara luas kepada KMP. Dan
masyarakat akan menganggap KMP sebagai kelompok tirani, sedangkan JKW &
koalisinya seakan2 sebagai pihak yang terzalimi.
Melalui kultwit singkat ini, kita akan bantah
"branding" yang mereka sematkan kepada KMP:
Pertama, tuduhan bahwa KMP tak lebih dari Koalisi Pendukung
Prabowo. Mereka lupa bahwa KMP telah menyepakati sebuah Koalisi Permanen.
Koalisi permanen artinya sebuah koalisi strategis jangka panjang, bukan koalisi
temporer yg bubar begitu capres yg didukungnya gagal menang.
Karena dengan Koalisi Permanen, KMP akan secara efektif berperan
sebagai "penyeimbang" bagi pemerintahan JKW-JK agar tidak semena2
dengan kekuasannya.
Bahkan di dalam dokumen penandatanganan Koalisi Permanen itu
sama sekali tidak ada kalimat yang menyebut dukungan untuk Prabowo-Hatta.
Tujuan terbentuknya KMP adalah sebagai benteng pertahanan dari
paham liberalisme yg dirasakan semakin merusak tatanan sosial kita.
KMP juga bertujuan untuk mencegah negeri ini semakin
dikendalikan kekuatan asing yang terus menggurita & menguasai kekayaan
negeri ini.
KMP mengemban misi yang berat untuk melawan persekongkolan para
pemilik modal (mafioso) & pemilik media yang berdiri di belakang Jokowi.
Dan sejauh ini, cara2 yang ditempuh KMP untuk memperjuangkan
tujuan2 politiknya selalu dalam koridor prinsip demokrasi dan konstitusi. Dan
salah satu mekanisme yang diakui sebagai bagian dari konsekuensi sistem demokrasi
adalah pemgambilan keputusan dengan cara voting.
Kalau dalam berbagai voting itu KMP selalu unggul atas KIH bukan
berarti KMP bertindak tidak demokratis, tapi KIH-nya yang gagal menggalang
dukungan.
Dan satu catatanlagi, bahwa pemilihan pimpinan DPR/MPR dengan
sistem paket seperti diatur dalam UU MD3 itu sesungguhnya bukan barang baru.
Kita tentu masih ingat (kecuali yang pura2 lupa :-) ) bahwa sistem paket ini
pernah diterapkan pada tahun 1999 dan 2004. Dan tidak ada masalah!
Lalu kenapa sekarang diributkan pihak sebelah seakan2 mau kiamat
karena "sudah pasti kalah" dalam perebutan pimpinan DPR/MPR itu?
Kembali ke topik awal soal "operasi media" yg
dilancarkan media2 pro- Jokowi kepada KMP. Saya rasa itu akan sia-sia &
tidk akan mengubah apapun. Seperti kata @PartaiSocmed dalam kultwitnya kemarin,
KMP sudah terlanjur solid dan makin sulit bagi KIH untuk memecah soliditasnya
itu !
Sumber: Sang Pemburu99: http://chirpstory.com/li/233256