Semangat HTI untuk menjelaskan Islam sebagai solusi problematika
umat semakin menarik perhatian banyak pihak, termasuk umat Kristiani.
Hari ini, Sabtu 10 Juli 2010 pukul 08.00 – 12.00 di Gedung Mandala
Bhakti Wanitatama, Yogyakarta, mereka turut menghadiri Seminar Rajab
bertema “Khilafah Solusi Dunia dan Indonesia”. Seminar yang
diselenggarakan HTI DIY ini menampilkan tiga pembicara, yaitu KH M
Shiddiq al Jawi (DPP HTI), Dwi Condro Triono,M.Ag. (kandidat doktor
ekonoi Univ. Kebangsaan Malaysia), dan H.M. Ismail Yusanto, M.M. (Juru
Bicara HTI). Acara ini disiarkan secara live ke seluruh dunia melalui
audio dan video streaming yang bisa diakses di situs HTI.
Umat Kristiani yang hadir tersebut berasal dari Forum
Kristiani Pemimpin Muda Indonesia (FKPMI) Sumatera Utara. Anak-anak
muda yang dipimpin oleh Bpk. Andreas Jonathan tersebut berjumlah 23
orang. Mereka hadir pagi-pagi sejak acara belum dimulai. Sesaat setelah
hadir, mereka langsung menuju ke depan backdrop untuk berfoto bersama.
Setelah itu mengambil posisi duduk di barisan terdepan. Kehadiran
mereka di tengah-tengah ribuan peserta seminar yang memenuhi gedung,
tentu cukup menarik perhatian. Karena peserta perempuan dari (FKPMI)
Sumatera Utara itu tidak berkerudung.
Dalam seminar ini, Ustadz Shiddiq menjelaskan bahwa
demokrasi adalah sistem kufur yang berbahaya. Disebut sistem kufur,
karena secara normatif sangat bertentangan dengan Aqidah Islam yang
menetapkan hak membuat hukum hanya di tangan Allah SWT, bukan di tangan
manusia. Demokrasi juga berbahaya, karena secara empiris terbukti
menimbulkan banyak bahaya (dharar) bagi umat Islam, khususnya karena ide kebebasan demokrasi.
Sementara itu, Ustadz Dwi Condro menjelaskan bahwa
keterpurukan umat Islam salah satu sebabnya dikarenakan ulamanya jarang
menjelaskan syariat Islam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah
syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, yaitu aqidah dan
ibadah. Contohnya adalah sholat, zakat, haji, dan lain-lain. Dimensi
kedua adalah syariat Islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan
dirinya sendiri. Contohnya makan, minum, berpakaian. Dimensi ketiga
adalah syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain.
Contohnya adalah sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam, sistem
pendidikan Islam, dan lain-lainnya. Kapan ulama yang sering khutbah di
masjid menjelaskan tentang kufurnya sistem demokrasi? Justru yang sering
adalah penjelasan tentang ibadah sholat, akhlaq saja. Walhasil, umat
tidak pernah sadar tentang syariat Islam dimensi ketiga.
Dalam sesi tanya jawab, Ustadz Ismail Yusanto
menjelaskan jawabannya mengenai kekhawatiran umat Kristiani mengenai
penerapan syariat Islam yang digagas HTI. Beberapa waktu yang lalu, ada
dua wartawan majalah Kristen yang mewawancarai beliau. Mereka merasa
menjadi representasi umat Kristiani yang khawatir terhadap gerak
organisasi HTI. Kekhawatiran mereka ada lima. Pertama, umat Kristiani
akan dipaksa masuk Islam. Dijawab tidak ada paksaan. Kedua, mereka akan
dilarang minum minuman keras. Dijawab, kalau menurut agama anda
(Kristen) memang diperbolehkan, maka silakan saja (tidak dilarang).
Ketiga, tidak boleh makan babi. Dijawab kalau menurut agama Kristen
memang boleh, maka silakan. Keempat, wanita Kristen akan dipaksa memakai
jilbab. Dijawab, yang wajib memakai jilbab hanya wanita muslimah saja.
Kelima, gereja-gereka akan dihancurkan. Dijawab, tidak. Bahkan dalam
kondisi perang pun, gereja tidak boleh menjadi target untuk dihancurkan.
Ustadz Ismail pun balik bertanya “Ada lagi yang dikhawatirkan?” Mereka
bingung dan berpikir agak lama. Kemudian mereka bertanya lagi, apakah
laki-laki Kristen akan dipaksa khitan. Dijawab, tidak dipaksa. Tapi
kalau menurut dokter, khitan itu menyehatkan. Dua wartawan Kristen yang
pada awalnya berwajah cemas itu pun akhirnya tersenyum-senyum.
Ternyata, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari penerapan syariat
Islam.
Pada akhir acara, beberapa tokoh menyampaikan
testimoni. Mereka menyatakan mendukung dakwah HTI. Sementara Bpk.
Andreas Jonathan yang juga ikut memberikan testimoni menyatakan rasa
terima kasihnya karena telah diundang menghadiri acara HTI. Ia
menyatakan appreciate dengan konsep yang ditawarkan HTI, walaupun masih
ada bagian-bagian yang memerlukan penjelasan lebih jauh. Oleh karena
itu, ia mengajak diskusi dengan HTI. Baginya, dengan mengenal HTI
membuat dirinya lebih memahami Islam dan para pengembannya.
(www.syariahpublications.com) (edited by redaksi www.khilafah1924.org)