JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta memiliki saham sebesar 26,25 persen di BUMD PT Delta
Djakarta, tbk. Perusahaan daerah ini merupakan pemegang lisensi produksi dan
distribusi beberapa merek bir internasional seperti Anker Bir, Carlsberg, San
Miguel, dan Stout.
"Bir itu bukan termasuk miras, lho. Kami di Anker Bir ada saham 20
persen," kata Basuki, di Balaikota, Jumat (12/12/2014).
BUMD itu pun termasuk BUMD yang sehat karena
memberi laba bagi kas daerah DKI Jakarta. Bahkan, berulang kali BUMD tersebut
menyumbang banyak pemasukan dibanding dengan BUMD besar lainnya, seperti PD
Pasar Jaya dan PT Jakarta Propertindo.
Menurut Basuki, sebuah minuman dikatakan minuman
keras tergantung pada kadar alkoholnya. Apabila kadar alkohol baru mencapai
lima persen, lanjut dia, belum termasuk miras.
"Makanya saya katakan ini fakta kalau
orang-orang butuh dan turis juga butuh (miras). Tapi belinya dibatasi, anak
kecil tidak boleh beli miras," kata Basuki.
Sekadar catatan, PT Delta Djakarta Tbk, merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang produsen dan distributor minuman beralkohol
di Jakarta. Tahun 2012, PT Delta Djakarta masuk ke dalam tiga besar BUMD
penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi DKI, yaitu sebesar Rp
48.346.161.000, dan jauh melebihi PAD yang diberikan PD Pasar Jaya dan PT
Jakarta Propertindo, yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemprov DKI.
Sementara pada tahun 2014, PT Delta Djakarta
menyumbang sebanyak Rp 50 miliar kepada kas daerah. PT Jakpro, BUMD yang
dimiliki Pemprov DKI memiliki 99 persen saham mayoritas, hanya menyumbang
sebanyak Rp 25 miliar. Peraturan tentang keberadaan miras ilegal diatur dalam
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Pasal 46.
Golongan miras di dalam pasal itu terdiri dari
golongan A alkohol kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari 5 sampai 20
persen, dan golongan C lebih dari 20 sampai 55 persen. Sementara peraturan itu
menjelaskan bahwa setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan, dan
menjual minuman berakohol tanpa izin dari pejabat berwenang sesuai
Undang-undang yang berlaku.
Apabila peraturan itu dilanggar, pelaku akan
dikenakan ancaman pidana paling singkat 20 hari paling lama 90 hari dan denda
paling sedikit Rp 500.000, dan paling banyak Rp 30 juta.