Bukan mustahil isu keterlibatan Bintara Pembina Desa (Babinsa)
di Pilpres 2014 sengaja dihembuskan pihak tertentu untuk membangun opini seolah
TNI tidak netral.
Terlebih kemarin, Panglima TNI Jenderal Moeldoko telah membantah
secara tegas keterangan dari Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, Brigjen
Andika. Pertanyaannya, kenapa keterangan Kadispenad tidak sinkron dengan
atasannya?
"Fakta yang sangat menarik dan silakan disimpulkan sendiri.
Brigjen Andika yang memberikan keterangan keterlibatan Babinsa di Cideng yang
mendukung capres tertentu, adalah menantu Jendral (purn) Hendropriyono, timses
pemenangan Jokowi," beber pengamat politik dan hukum dari The Indonesian
Reform, Martimus Amin (Senin, 9/6).
Martimus melanjutkan, berdasar informasi yang diperolehnya,
Brigjen Andika sewaktu berpangkat mayor juga diperbantukan mertuanya,
Hendropriyono, sebagai pimpinan pasukan penangkapan Al Farouk yang dituding
teroris. Tanpa berkoordinasi dengan Kepolisian RI, Al Farouk diserahkan kepada
Pemerintahan AS. Padahal, jika ditilik tempat kejadian, pemerintahan Indonesia
cq kepolisiaan RI yang berhak melakukan penyidikan dalam kepentingan mengorek
dan membongkar akar jaringan terorisme di Indonesia. Anehnya, operasi
penangkapan tersangka teroris di bawah kendali langsung BIN dan
ditunjuk menantunya, Brigjen Andika.
The Washington Post koran terbesar di AS, bahkan menulis bahwa
CIA telah membentuk pusat operasi atau intelijen antiteror di lebih dari dua
lusin negara. Salah satunya Indonesia. Juga diceritakan Hendro bersedia bekerja
sama dengan AS dalam bidang apa pun. Ia disebut kerap menjalin kontak dengan
mantan Direktur CIA George Tenet, bahkan melalui telepon dan kunjungan dinas.
Tidak heran banyak pihak menuding Hendro agen CIA.
"Cuplikan kisah jelas tergambar betapa piawai dan lihainya
Hendro," jelas Martimus.
Selain mampu menghindari tuntutan hukum dalang pembunuh aktifis
HAM 'Munir, Martimus juga menuding Hendro lepas tanggung jawabnya sebagai Korem
Garuda Hitam yang mengintruksikan pembantaian massal warga Talangsari lampung.
Catatan laporan sebuah LSM, pembantaian dilakukan Hendro tidak hanya terhadap
orang dewasa juga anak-anak kecil.
"Tepat jika International Human Rights menjuluki Hendro
'raja jagal'," tegas Martimus.
Karena itu, dia mensinyalir bergabungnya Hendro mendukung Jokowi
memainkan peran strategis. Hendro yang kini pemilik firma hukum besar tentu
mempunyai banyak motif dan kepentingan.
"Salah satunya mengamankan posisi hukum obligor BLBI yang
berlindung pada era kekuasaan Megawati dan kini berhimpun pada Jokowi,"
tuding Martimus.