Breaking News
Loading...
Senin, April 21, 2014

Info Post

JAKARTA – Utang luar negeri Pemprov DKI Jakarta menumpuk. Total hutang untuk membiayai megaproyek mencapai Rp35 triliun. Dengan hutang tersebut, Jakarta sudah tergadai kepada asing. Tiap tahun Pemprov harus mengeluarkan dana ratusan miliar membayar cicilan hutang berikut bunganya.
Apalagi akan ada investari baru senilai 3,4 triliun yen untuk Rencana Induk Metropolitan Priority Area (MPA) hingga 2020 yang bersumber dari Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dikemas dengan Public Private Partnership (PPP).
Pengamat ekonomi politik dari Indonesia for Global Justice (GJI), Salamuddin Daeng, menilai, Jakarta sebagai Ibukota telah “digadaikan” kepada asing. “Penggadaian itu dilakukan melalui utang luar negeri dan investasi,” jelas Daeng, kemarin.
Daeng mengakui hutang tersebut untuk membiayai berbagi proyek besar di Jakarta. Terutama untuk mengurai kemacetan, banjir dan lainnya. “Sayangnya, penyelesaian yang ditawarkan Gubernur DKI Jakarta atas masalah-masalah tersebut dilakukan dengan cara berutang kepada luar negeri, memberikan ruang yang teramat leluasa bagi masuknya modal asing, dan membuka keran impor untuk seluruh kebutuhan infrastuktur,”tandasnya.
Daeng mencontohkan kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengimpor 656 unit Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) yang seluruhnya dari China. Untuk kepentingan tersebut Gubernur Jokowi meminta penghapusan pajak impor.
Tak hanya itu, kata Daeng, Pemprov juga telah membuat utang bagi perealisasian tiga mega proyek, yaitu Mass Rapid Transit (MRT) yang berutang kepada pemerintah Jepang, monorel yang pengerjaannya dipimpin China Communications Construction Company (CCCC) dan seluruh keretanya juga diimpor dari China, serta pengerukan 13 kali/sungai yang dananya dipinjam dari Bank Dunia. Total utang luar negeri DKI untuk membiayai ketiga proyek infrastruktur tersebut mencapai Rp35 triliun, dimana 1,5 miliar dolar AS (sekitar Rp16,5 triliun) di antaranya digunakan untuk pengerjaan proyek monorel.
“Yang lebih gila lagi, Pemprov DKI bahkan telah menetapkan Rencana Induk Metropolitan Priority Area (MPA) hingga 2020 yang dananya sebesar 3,4 triliun yen atau Rp394 triliun, bersumber dari Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dikemas dengan Public Private Partnership (PPP),” imbuh Daeng.
Dari data, MPA akan dikerjakan secara keroyokan oleh sejumlah perusahaan raksasa dari Jepang seperti Mitsubishi Corporation, Chiyoda Corporation, JGC Corporation, Taisei Corporation, Tokyo Metro Co. Ltd, Hitachi Ltd, Metropolitan Expressway Company Limited, dan NYK Line. Bahkan konsultannya pun dari Jepang, seperti dari Nippon Koei Co. Ltd, Oriental Konsultan Co. Ltd, dan Mitsubishi Research Institute Inc.
Andi Baso M, Kepala Badan perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta mengaku tidak hapal secara detil. “Tolong tanyakan ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, agar valid,”katanya.

M.Sanusi, anggota DPRD DKI Jakarta, mengakui dalam APBD selalu ada pembayaran untuk cicilan hutang berikut bunganya. “Memang ada, tapi jumlahnya saya tidak tahu persis.” (Pos Kota)

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA