Pengumuman Nama Menteri Kabinet Kerja |
Ia duduk lesehan di trotoar sambil menghisap sebatang rokok
Jakarta - Menjelang
malam, hari Minggu tanggal 26 Oktober tahun 2014 kalender Masehi, disaksikan
malaikat Rokib dan Atid, Presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama pembantunya
yang bertajuk Kabinet Kerja. Salah satu nama yang didapuk menjadi menteri di
kabinetnya adalah Susi Pudjiastuti. Pengusaha perempuan dari Pangandaran, Jawa
Barat, ini ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Semuanya
baik-baik saja sampai ketika–setelah pengumuman di halaman belakang Istana
Merdeka–sang menteri duduk lesehan di trotoar sembari menghisap sebatang
sigaret di hadapan awak media, yang tidak lama kemudian menyiarkannya ke
seluruh pelosok negeri. Sontak nama Susi Pudjiastuti mumbul tinggi
sekali.
Media-media
sosial pun tidak mau kalah riuh. Tengok saja di teras media sosial kita.
Masing-masing menjajakan argumen yang berpotensi mengajak pengangguran–orang
yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan–atau orang-orang yang memang kurang kerjaan seperti saya mendegil
mempersoalkan tragedi di halaman belakang istana, sembari menambahkan
bumbu-bumbu penyedap.
Jagat daring
gonjang-ganjing. Tidak sedikit yang mencerca sang menteri, mulai dari kisah
percintaan, tato, rambut, sampai rokok. Bermodal sekali klik tetikus membuat
tidak sedikit orang merasa yang mereka lakukan sudah cukup berkontribusi bagi
perbaikan moral manusia dalam peradaban bangsa Indonesia.
Biarkan saja
pencaci tetap mengembik. Begitulah cara mereka berkontribusi bagi negaranya.
Karena mungkin sudah naluri manusia untuk lebih melihat sisi gelap orang lain,
apalagi orang itu berseberangan dengan ideologi yang diperjuangkannya.
Para orang
tua dan guru cemas karena pasca dilantiknya Susi Pudjiastuti–yang selengekan
dan hanya lulusan SMP–mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengajarkan
budi pekerti pada anak-anak dan murid-muridnya. Padahal mestinya tidak ada
musabab itu pun kita harus tetap mengajarkannya. [Baca: Inilah Yang Dilakukan Anies Baswedan untuk Bentuk Karakter Siswa SD dan SMP]
Beruntung
negeri ini tidak hanya berisi manusia pencela. Masih banyak yang bisa mengambil
kebestarian dari sosok sang mantan bakul ikan. Ketika saya menggemari Superman
Is Dead pun, tidak lantas saya mengukir tato dan meminum whiskey.
Ah, mari
kita akhiri debat kusir yang tidak ada gunanya ini. Seiring menuanya usia,
republik ini harus belajar arti kedewasaan. Kita tidak mesti lagi keki hanya
karena lulusan SMP terpilih menjadi menteri. Kita tidak mesti lagi mengumpat
karena dia bukan dari golongan kita. Hidup, yang hanya sekali ini, terlalu
berharga untuk diisi dengan menorehkan sejarah yang "berdarah-darah".
Cukup sudah pada Pilpres kemarin, tidak lagi setelahnya. [sumber]