Breaking News
Loading...
Jumat, Oktober 10, 2014

Info Post
Ya, saya merasa perlu mengcopy paste tulisan pak Hikmat Kurnia ini. Beliau adalah seorang praktisi perbukuan yang cukup ternama di Indonesia. Karena namanya cukup diperhitungkan, ternyata mulai ada gosip yang mengatakan bahwa beliau akan terjun ke dunia politik.
Dan... gosip seperti ini bukan hanya menimpa Pak Hikmat Kurnia. Banyak tokoh penting lain yang sebenarnya mereka tak pernah kepikiran jadi politikus. Tapi banyak banget orang yang menduga bahwa mereka akan nyaleg atau nyapres atau semacam itu.
Tragisnya, saya pun sudah terkena gosip seperti itu. Teman2 mungkin sudah baca tulisan seorang blogger di Kompasiana yang membuat isu bahwa tahun 2019 saya akan nyaleg.

Menurut saya, ini adalah fenomena yang konyol sekaligus bikin tertawa sekaligus memprihatinkan!!!
Kenapa sih, setiap orang terkenal harus digosipkan jadi politikus? Apakah menjadi politikus merupakan satu-satunya jabatan paling keren dan paling terhormat di muka bumi ini?
Jika alasannya untuk mengabdi pada bangsa, apakah menjadi politikus merupakan satu-satunya cara untuk mengabdi pada bangsa?
Jika alasannya untuk memanfaatkan popularitas, apakah menjadi politikus merupakan satu-satunya cara untuk memanfaatkan popularitas???
Saya setuju dengan Pak Hikmat Kurnia. MASIH BANYAK cara untuk mengabdi pada bangsa. Jika popularitas hendak dimanfaatkan untuk tujuan2 yang baik seperti berdakwah, dst, saya kira masih banyak cara yang bisa digunakan selain menjadi politikus.
Sama seperti Pak Hikmat Kurnia. Saya pun merasa TAK PUNYA POTONGAN menjadi politikus, anggota dewan, presiden, gubernur, atau semacamnya. ITU BUKAN PASSION SAYA.
Jadi bagi siapapun yang masih suka menggosipkan orang terkenal sebagai politikus dst, saya kira mulai sekarang Anda harus berlatih MENGUBAH POLA PIKIR.

Berikut copas status Pak Hikmat Kurnia:
"Kang, saya dukung rencana Akang untuk menjadi Walikota Depok." bunyi sebuah pesan. Ungkapan yang senada saya terima dari berbagai teman, sahabat, dan kerabat. Saya malah telah didoakan secara beramai-ramai oleh beberapa kelompok pengajian.
Atas "gosip" ini, istri saya sangat sibuk mengklarifikasi. Dia mesti bercapek-capek menjelaskan bahwa suaminya belum pernah bicara tentang hal ini. Istri saya mati-matian menerangkan bahwa suaminya sama sekali tidak "punya potongan" masuk ke ranah politik praktis.

Saya menjadi merenung: apakah keterlibatan di ranah politik praktis telah menjadi mimpi sebagian besar orang Indonesia? Benarkah kelembagaan parlemen atau pemimpin daerah, telah begitu menjadi magnet dahsyat yang menarik berbagai profesi untuk terlibat di dalamnya?

Saya percaya untuk berkontribusi pada negara dan bangsa ini ada berbagai jalur. Kelembagaan politik praktis, saya kira hanya salah satunya. Itupun jika para pelakunya mampu memegang amanah yang rakyat berikan. Saya perlu meragukannya, karena praktek keseharian menjadikan diri saya gagal faham.
Di berbagai tempat saya selalu bertemu dengan orang-orang luar biasa, yang telah berkontribusi pada rakyat dan bangsa ini dengan caranya masing-masing tanpa menjadi politisi. Saya mengenal Gong Smash sebagai pegiat dunia literasi di Serang , Ibu Septi Peni Wulandani dengan metode jarimatika dan komunitas Ibu profesionalnya di Salatiga, ILik SAs yang mengembangkan kewirausahaan sosial lewat Jaringan Rumah Usaha di Semarang, Mr. Hani yang mengembangkan kemampuan bahasa Inggris bagi penduduk di sekitar Borobudur lewat Desa-Bahasanya, Bang Idin pembela kelestarian Kali Pesangrahan dengan Sanggabuananya, dan ada ribuan orang-orang hebat lainnya.
Bangsa ini akan hebat tidak hanya butuh politisi yang amanah, tetapi pribadi-pribadi yang bergerak dengan potensinya masing-masing. Apa pun kebajikan yang dapat kita lakukan, segera mulai. Dan lakukannya sepenuh hati sesuai potensi, minat, dan kompetensi kita. Kata Goethe, dalam keteguhan tindakan terdapat kejeniusan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya. Maka, biarkanlah setiap orang menjawab tugas kehidupannya dengan caranya masing-masing.


by: Jonru

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA