Breaking News
Loading...
Jumat, Mei 30, 2014

Info Post

JAKARTA - Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Ade Armando meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur stasiun televisi TV One dalam hal pemberitaan mengenai pemilihan presiden.
"Saya senantiasa percaya pada kebebasan pers. Tapi saya percaya stasiun televisi harus bersikap objektif, berimbang, adil, netral dalam pemberitaan. Terutama, tentang hal yang menyangkut kepentingan publik. Setiap lembaga penyiaran harus sadar, majikan tertinggi mereka adalah masyarakat luas, bukan pemilik stasiun televisi," ujar Ade dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Jumat (30/5/2014).
Dia melihat, dalam beberapa waktu terakhir, TV One sudah jauh meninggalkan objektivitas pemberitaan. Stasiun televisi itu, kata Ade, memberitakan kepentingan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa secara berlebihan.
Tak hanya itu, imbuh Ade, TV One juga memojokkan secara sepihak pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Jusuf Kalla tanpa memberi ruang hak jawab pasangan itu secara proporsional.
"Misalnya, hari-hari ini stasiun TV One terus menerus mengulang dalam durasi singkat pernyataan Jusuf Kalla bahwa Jokowi belum pantas menjadi presiden. Tidak ada penjelasan pernyataan Jusuf Kalla itu disampaikan empat bulan setelah Jokowi dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta," katanya.
"Tidak disiarkan pula tanggapan Jusuf Kalla atas pernyataan itu, padahal sudah ada penjelasan Jusuf Kalla mengenai pernyataannya itu yaitu Jokowi saat ini sangat layak menjadi calon Presiden," ungkapnya lagi.
Stasiun TV One, lanjut Ade lagi, juga terus menerus menyiarkan dugaan keterlibatan Jokowi dalam kasus pembelian bus TransJakarta. Padahal, Jaksa Agung sudah menegaskan Jokowi tidak terlibat. Alhasil, tidak ada alasan memanggil Jokowi.
"Menurut saya penggalan siaran-siaran singkat yang terus menerus diulang tanpa cover both sides itu secara sengaja hendak memberikan kesan negatif mengenai Jusuf Kalla. Demikian juga soal bus TransJakarta, walau Jaksa Agung sudah mengatakan Jokowi tidak terlibat. Pernyataan Jaksa Agung itu tidak disiarkan TV One," paparnya.
Dirinya kemudian meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur TV One mengenai siaran-siaran yang sarat dengan kepentingan pasangan capres-cawapres tertentu.
Mendiskreditkan pasangan capres-cawapres lainnya karena frekuensi siaran adalah milik publik, bukan milik partai politik, pengusaha, atau komunitas tertentu.
"Saya juga meminta Dewan Pers dan PWI untuk mengingatkan TV One agar bekerja dalam koridor UU Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik dengan menegakkan asas jurnalistik yang berimbang dan adil (cover both sides). Tidak tunduk pada salah satu pihak, serta tidak bersifat menghakimi (trial by press)," tegasnya.
Frekuensi siaran, lanjutnya lagi, adalah milik publik. Merupakan pelanggaran hak publik jika dilakukan sebagai alat propaganda pasangan capres-cawapres tertentu. Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak TV One.

Kalau TV One diingatkan agar bekerja dalam koridor UU Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik dengan menegakkan asas jurnalistik yang berimbang dan adil (cover both sides). Tidak tunduk pada salah satu pihak, serta tidak bersifat menghakimi (trial by press), lalu bagaiamana dengan METRO TV ? 

Bukankah Metro TV juga sama siaran-siarannya harus bekerja dalam koridor UU Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik dengan menegakkan asas jurnalistik yang berimbang dan adil (cover both sides). Tidak tunduk pada salah satu pihak, serta tidak bersifat menghakimi (trial by press).

tribunnews

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA