Maruarar Sirait |
Oleh: Sintong Silaban
Pengantar:
Almarhum Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri pernah mengakui, orang Batak memberi kontribusi besar membuat PDIP mampu meraih suara besar dalam pemilu (1999, 2004, dan 2009). Khususnya setelah pileg menggunakan sistem pemilihan langsung, orang Batak selalu berjubel menjadi caleg DPR dan DPRD dari PDIP dan kemudian terpilih menjadi Anggota DPR RI dan anggota DPRD.
Sedikit fakta : dari 109 anggota DPR RI 2014 dari PDIP, 15 orang dari suku Batak; dari 6 orang anggota DPR RI PDIP dari DKI Jakarta, 3 orang Batak (Eriko Sotarduga, Efendi Simbolon, dan Masinton Pasaribu). Dari 28 anggota DPRD DKI Jakarta dari PDIP, tidak kurang 9 orang Batak.
Dengan sistem pemilu langsung, maka dapat diperkirakan bahwa orang Batak yang jadi caleg PDIP (DPR dan DPRD) di DKI telah memberi kontribusi yang sangat besar dalam mendulang suara untuk PDIP dan membuat PDIP unggul di DKI Jakarta pada pileg 2014.
Terkait dengan pilpres 2014, siapa saja dapat melihat betapa banyaknya orang Batak sebagai tim sukses atau jurkam Jokowi-JK dan cukup menonjol tampil di televisi, sebutlah beberapa nama: Adian Napitupulu, Maruarar Sirait, Efendy Simbolon, Eriko Sotarduga, Luhut Binsar Panjaitan, dan Ruhut Sitompul, dll. Khusus Maruarar Sirait, yang adalah putra sesepuh PDIP Sabam Sirait, selama kampanye pilpres 2014 sering sekali tampil mendampingi Jokowi di mana-mana, bahkan seolah-olah Maruarar adalah pengawal pribadi Jokowi dalam kampanye pilpres.
Pilpres 2014 memberikan catatan tersendiri tentang bagaimana orang Batak memilih calon presiden. Di 4 kabupaten di Tanah Batak (yang penduduknya lebih 90% orang Batak), yaitu Tapanuli Utara, Toba, Samosir, dan Humbunghas, hasil pilpres menunjukkan, masing-masing kabupaten menunjukkan hasil pilpres dimana lebih 90% pemilih menjatuhkan pilihan pada pasangan nomor urut 2 (Jokowi-JK). Bahkan di Kabupaten Samosir, hampir 100% pemilih memberikan suaranya untuk Jokowi-JK.
Pada beberapa kabupaten dan kota di Sumut, yang penduduknya dominan orang Batak (Toba, Simalungun, Karo, dan Pakpak), seperti Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Simalungun, Kota Siantar, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Dairi dan Pakpak — pemilihnya rata-rata 70-80% per kabupaten/kota memilih pasangan Jokowi-JK.
Perlu dicatat, pelaksanaan pilpres di kabupaten/kota yang disebut di atas relatif tidak ada masalah pemilu, dan tidak ada sistem pengarahan suara pemilih ke pasangan tertentu. Pokoknya pelaksanaan pilpres di sana normal saja, tidak ada misalnya seperti sistem noken di Papua.
Berharap ada Menteri dari Suku Batak
Karena begitu dekatnya orang Batak dengan PDIP (khususnya Batak Toba, Simalungun, Karo dan Pakpak), dan juga karena begitu besarnya dukungan pemilih di tanah Batak ke pasangan Jokowi-JK sebagaimana disebut di atas, maka masyarakat Batak sangat berharap ada satu-dua orang Batak yang terpilih sebagai menteri dalam kabinet yang dipimpin Jokowi.
Sebelum Jokowi mengumumkan nama-nama menteri di kabinetnya pada Minggu, 26 Oktober 2014, di berbagai media sempat muncul beberapa nama orang Batak yang diprediksi terpilih sebagai menteri. Sebutlah seperti Poltak Sitanggang, Luhut Panjaitan, dan Maruarar Sirait . Tetapi apa yang terjadi setelah Jokowi resmi mengumumkan nama-nama menterinya, ternyata tidak seorang pun orang Batak yang dipilih sebagai menteri.
Mengenai hal ini, muncullah beberapa pertanyaan:
- Tidak adakah seorang pun orang Batak yang layak jadi menteri, sesuai persyaratan yang dibuat Jokowi?
- Apakah orang Batak yang dipilih Jokowi menjadi calon menteri semuanya mendapat stabilo merah dari KPK dan PPATK?
- Tidak respekkah Jokowi terhadap orang Batak, sementara dia tahu betapa respeknya orang Batak kepada beliau, terbukti dalam pilpres? Dari Papua saja ada seorang yang dipilih Jokowi sebagai menteri, kenapa tidak seorang pun dari Batak?
- Atau adakah orang atau kelompok tertentu yang tidak menghendaki adanya orang Batak dalam kabinet Jokowi? Ada berita, bahwa Ketua Umum PDIP Megawati tidak ada merekomendasikan orang Batak menjadi menteri di kabinet Jokowi. Terhadap hal ini, apa ia? Kalau itu betul, apakah alasan Megawati tidak tidak merekomendasikan seorang pun dari orang Batak?
Saat pengumuman nama-nama menteri di Istana Negara, Maruarar Sirait hadir. Dia bahkan mengenakan kemeja putih polos sama seperti menteri-menteri yang dipilih Jokowi. Di berbagai media dilansir berita bahwa tadinya nama Maruara Sirait masuk dalam daftar menteri, yakni Menkoinfo, tetapi tiba-tiba menjelang pengumuman nama Maruarar dicoret Jokowi.
Kalau benar nama Maruarar dicoret oleh Jokowi menjelang pengumuman, ini sudah pasti ada sesuatu. Mungkin dalam beberapa hari kedepan akan terungkap hal yang sebenarnya tentang tidak jadinya Maruarar sebagai menteri.
Dan kalau benar bahwa Megawatilah tidak ada sama sekali merekomendasikan orang Batak sebagai menteri, maka sudah pasti ini akan menjadi bahan pikiran tersendiri bagi orang-orang Batak yang selama ini loyal dan setia memilih PDIP. (*)