Jakarta - Kubu Jokowi-JK kembali menunjukkan itikad antidemokrasi. Dengan memasang iklan kemenangan yang dikhawatirkan mengganggu stabilitas nasional. Sudah waktunya KPU bersikap tegas.
Kepada INILAHCOM, Selasa (15/07/2014), pakar komunikasi politik Universitas Brawijaya, Malang, Anang Sujoko sangat menyayangkan adanya peristiwa tersebut. Seluruh pihak seyogyanya bersikap santun dan menahan diri.
‘’Yang lebih penting adalah meenghormati hukum. Bahwa lembaga yang menentukan pemenang pilpres adalah KPU. Tunggu saja hasil real count-nya pada 22 Juli nanti,’’ ungkapnya.
Asal tahu saja, Harian Jawa Pos menayangkan iklan politik yang dipasang oleh DPD PDIP Jawa Timur pada Senin (14/07/2014). Kurang lebih isinya ucapan DPD PDIP Jawa Timur atas kemenangan Jokowi-JK dalam pilpres 9 Juli lalu.
Klaim kemenangan itu, bersumberkan hasil real count DPD PDIP sampai 13 Juli 2014. Dimana, Prabowo-Hatta mendapat 8.301.066 suara (44,56%) dan Jokowi-JK 10.328.676 suara (55,44%).
Selanjutnya, Anang menyebut dua kejanggalan dalam iklan tersebut. Pertama, kemenangan Jokowi-JK di Jawa Timur, kalaupun benar terjadi, belum tentu bisa mengantarkan pasangan ini sebagai pemenang pilpres.
‘’Kedua, klaim kemenangan Jokowi-JK berdasarkan real count DPD PDIP itu, sama dengan menciderai KPU. Pemenang itu kan penentunya satu yaitu KPU,’’ tuturnya.
Klaim kemenangan yang gencar ‘dimainkan’ kubu Jokowi-JK, menurutnya, termasuk propaganda. Tujuannya untuk mendokrin publik seolah Jokowi-JK sudah menang. Apabila real count KPU pada 22 Juli nanti menetapkan pemenang selain Jokowi-JK, langkah selanjutnya adalah mnggiring opini pilpres curang.
‘’Dampaknya bisa kontraproduktif terhadap stabilitas nasional. Ini serius, jangan dibiarkan terulang dan terulang lagi. Saya kira, KPU perlu bertindak tegas,’’ pungkasnya.
Inilahcom