Kodok dan Katak. Dua kata yang kalau
dibolak-balik akan sama. Filosofinya jelas nyata. Kemampuannya ya
segitu-gitunya. Cuman seisi negeri dihipnotis bentuk tubuh dan suaranya.
Padahal coba saja perhatikan. Kodok dan katak ada
yang licin berlendir. Dipegang susah. Dibebani sedikit setress. Belum
kodok-katak yang berkulit kasar. Menjijikan. Jangn tanya jenis yang beracun.
Awalnya banyak tang optimis dengan si
kodok-katak. Sebab loncatannya itu selalu ke depan. Tapi semua lupa. Si kpdok
hobi menendangkan kakinya saat mau loncat. Plus menyikutkan kaki depan, kanan
kiri tanpa peduli.
Si kodok selalu asyik dengan dunianya. Efek dari
pandangan dan telinga yang terbatas melihat dan mendengar. Ia hanya memikirkan
iming-iming, hingga tak peduli menjulurkan lidah tanpa henti. Mirip anjing.
Lapar dijulurkan. Kenyak dijulurkan.
Itu kodok beneran. Nah jangan tanya kodok-katak
boneka dari kertas atau plastik. Kodok mainan tentu tak melihat, tak mendengar
jeritan, dan tak bisa menjulurkan lidah. Ia hanya ikuti tepukan sang tuan atau
putaran waktu. Saya pernah mencobanya waktu kecil. Membuat kodok berbahan
kertas.
Kebayang apa jadinya bila si kodok-katak menjadi raja hutan.
Tetangga hutan sibuk menyiapkan pasukan nyamuk. Kodok-katak sibuk berburu
nyamuk. Tetangga hutan sibuk menyiapkan bumbu dan perangkap. Lalu menguasai
hutan raja kodok, dan membuat seluruh penghuni dijadikan kodok penyet, katak
balado. Sayang harimau masih tertidur. Digoda banteng moncong putih bermata
merah.
by:NandangB
Berita terkait: