Maaf. Tulisan berikut
sama sekali tidak menghukumi pelajar/mahasiswa/i Indonesia di luar negeri.
Selain banyak pribadi-pribadi yang berkualitas dan prestasi luar biasa, namun
semua itu seakan ditutup perilaku oknum-oknum anak pejabat negeri Indonesia. Oknum-oknum
ini menimba ilmu di pelbagai belahan dunia. Namun apa yang terjadi?
=> Pesta Narkoba.
=> Freesex, kumpul kebo.
=> Dugem, pesta pora.
=> Studi via Joki.
=> Tidak lagi taat aturan agama maupun adat
ketimuran.
=> Hobi mengkonsumsi barang haram.
Fenomena anak Jokowi yang "hobi" makan
daging babi, adalah fenomena lumrah yang lazim dilakukan anak-anak pejabat
negeri Indonesia saat belajar di LN. Saya kaget, saat seorang penguasaha
percetakan dan lulusan perguruan tinggi terkemuka di AS (S1-S2 mesin
percetakan) mengungkapkan, "Saya malu. Sebagai orang Tionghoa (bukan
pribumi) dan WNI, saat menyaksikan anak-anak pejabat negeri Indonesia
berperilaku jauh dari norma-norma dan adat ketimuran. Munafiknya, mereka pulang
lalu sok pintar dan sok tahu banyak hal. Padahal saat sekolah-kuliah dulu,
ujian pun menggunakan joki."
Ya. Pantas saja bila orang-orang yang ujug-ujug
terkenal di negeri ini, tanpa pernah tahu siapa dan bagaimana rekam jejaknya
selama studi di Eropa, AS, Timur Tengah. Bukankah rakyat Indonesia dikagetkan
dengan keterkenalan Zuhaeri Misrawi, yang tiba-tiba ditahbiskan menjadi tokoh
Liberal dan pengamat Timur Tengah? Padahal ia adalah seorang sarjana Ushuluddin
Al-Azhar? Contoh lainnya banyak.
Bagi saya, tidak terlalu kaget. Anak-anak pejabat
di negeri muslim atau orang-orang cerdas di kalangan muslim, selalu menjadi
target penyebaran paham dan gaya hidup Liberalisme, hedonisme, permisifisme,
hingga kehidupan yang tak lagi mencerminkan budaya bangsa dan kearifan lokal.
Syukur alhamdulilllah. Beberapa pelajar/mahasiswa/i
di LN yang bermodal beasiswa atau terjun bebas, biasa diselamatkan oleh
jaringan Tarbiyah internasional. Malah untuk siswa/i-mahasiswa/i Indonesia di
kampus-kampus Turki dapat merasakan pembinaan khusus dengan akhlak dan norma
yang lebih luhur daripada penjaja dalil di toa-toa.
Jadi kawan, rezim pelanjut Dinasti Jokowi sama
dengan pelanjut Dinasti Soekarno. Berbeda 180 derajat dengan pendahulunya!
Akankah masih berharap Indonesia jaya? Memang bisa bertaubat. Tapi menjauhi hal-hal
haram cermin dari keluhuran jiwa dan keagungan ketaatan!