JAKARTA - Anggota DPR dari
Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon sulit menyampaikan tanggapan atas
keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi. Ia
hanya menyesalkan dan mendoakan para pengambil keputusan tersebut.
"Saya sangat menyesalkan....... Semoga Tuhan mengampuni
mereka," tulis Effendi melalui pesan singkat, Selasa (18/11/2014).
Tak ada pernyataan lain dari Effendi selain penyesalan dan
doanya itu. Ia tidak mengangkat telepon genggamnya saat Tribun beberapa kali
menghubunginya.
Meski PDI Perjuangan menjadi partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK, sebelumnya Effendi Simbolon 'sangat vokal' mengkritik rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sebelumnya, Effendi 'mencurigai' Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
terbilang sangat ngotot untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada akhir
November 2014. "Kenapa Pak JK yang begitu bernafsu menaikkan harga bbm
ya?" ujar Effendi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Saat itu, Effendi pun mengkritik keras menteri-menteri di bidang
perekonomian karena dinilai bermasalah dan tidak menjalankan perekonomian
dengan ideologi Trisaksi dan program Nawacita.
Menurutnya, masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah
belum adanya kebijakan diversifikasi energi seperti berbasis fosil. Lainnya,
yakni pembenahan tata niaga, pengaturan oktan kendaraan, perbanyak kilang
pengolahan minyak mentah dan pemberantasan mafia migas.
"Selama 10 tahun di Komisi VII, itu-itu (diversifikasi
energi) saja yang dibahas. Tapi, kita nggak bangun kilang. Ketergantungn kita
dengan kilang di Singapura sangat tinggi. Masa' PT Petral lebih menguntungkan
Singapura? Otak apa itu? Masak menteri begitu," kata Effendi saat itu.
Menurutnya, seharusnya menteri-menteri bidang ekonomi lebih
fokus pada diversifikasi energi dan bukan mengurusi program KIS, KIP dan KKS
sebagai jaring pengaman sosial.
"Maju mundurnya (waktu kenaikan harga BBM) itu, seharusnya
diikuti dengan langkah-langkah konkret dulu. Ini lho program kami sejalan
dengan itu, maka kami mengambil jalan relokasi subsidi dan berikan ke A, B, C
dan D," tegas Effendi.
"Lah, ini Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar
dikaitkan ke BBM, apa urusannya? Itu nggak ada hubungannya dengan BBM. Itu kan
program andalannya Pak Jokowi. Yang seperti itu kan gaya pedagang,"
imbuhnya.
Bagi Effendi, pemerintahan Jokowi-JK sama saja seperti pemerintahan
SBY-Boediono jika menaikkan harga BBM disertai alasan adanya pengalihan subsidi
lewat jaring pengaman sosial.
"Sementara harga keekonomian dicapai, hasilnya ya
liberalisasi komoditas. Siapa yg diuntgkan? Menterinya belum apa-apa, PT Petral
belum dibubarkan. Jadi, ngapain ada pemerintahan Jokowi? (Pemerintahan) SBY aja
dilanjutin lagi," ujarnya.
Ia menegaskan, berapa rupiah pun pemerintah menaikkan harga BBM
dengan bantalan sosialnya itu, maka tidak akan berdampak pada tingkat
kemakmuran rakyatnya. "Apa dengan naik Rp 3 ribu, masyarakat akan makmur?
Kalau karena itu makmur, naikin jadi Rp 10 ribu aja sekalian biar rakyat
Indonesia makmur hari ini juga. Nafsu banget sih? Nggak lihat sikon (situasi
dan kondisi). Baru seminggu dilantik sudah bikin heboh," sindirnya saat
itu.
MB:
Sebelumnya, Effendi 'mencurigai' Wakil Presiden Jusuf Kalla yang terbilang sangat ngotot untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada akhir November 2014. "Kenapa Pak JK yang begitu bernafsu menaikkan harga bbm ya?" ujar Effendi di Gedung DPR.
Anda tahu bahwa pemerintahan Indonesia saat ini di pimpin oleh dua haluan yang bertolak balakang. Kita faham bahwa presiden Jokowi dibesarkan oleh PDIP dan wapres Jusuf Kalla di tempa dan dibesarkan oleh Partai GOLKAR. Tentu anda sangat faham bagaimana sepak terjang kedua partai ini, kan? Dari dahulu keduanya gak pernah akur dan selalu bertentangan. Unik kader partai yang bertentangan ini bersatu.. he,,he...
Bisa jadi apa yang di "curigai" Effendi Simbolon beralasan. Mungkin benar ada "Udang di balik Bakwan". Kita lihat saja kelanjutannya.... Kita tidak tahu... Hanya Tuhan yang tahu... Allohu A'laam...