Menurut Cambridge Dictionaries Online, 'Test the
Water(s)' diartikan sebagai 'To find out what people’s opinions of something
are before you ask them to do something. Terjemahan bebasnya adalah, 'Untuk
mencari tahu pendapat masyarakat atas sesuatu sebelum memerintahkan melakukan
sesuatu.”
Atau dimaksudkan juga sebagai, 'To find out whether something is likely to be
successful before you do or try it' yang terjemahan bebasnya adalah, 'Untuk
mengetahui, apakah sesuatu itu mungkin berhasil sebelum Anda melakukannya atau
mencobanya'.
Terma 'Test the Waters' menjadi populer di Indonesia semenjak kampanye
Pemilihan Presiden 2014. Saat itu, tim kampanye Jokowi-JK
banyak memunculkan wacana sensitif nan kontroversial yang membuat masyarakat
resah, kemudian wacana yang ditolak masyarakat itu pun disanggah mereka
sendiri. Jika wacana itu diterima positif oleh masyarakat, maka wacana itu
dilanjutkan untuk direalisasikan.
1. Melemparkan isu ke masyarakat melalui media.
2. Masyarakat merespon isu melalui berbagai saluran media.
3. Jika isu ditanggapi positif, maka Jokowi-JK akan mengakui dan
melanjutkannya.
4. Jika isu ditanggapi negatif, maka Jokowi-JK akan menolak dan
menghentikannya.
Hal seperti ini berlangsung berkali-kali hingga polanya sudah terbentuk di
benak masyarakat. Hingga pameo, “Siapa yang bilang?” pun menjadi sering
terdengar. Sebagai contoh, berikut beberapa isu yang dilempar tim Jokowi-JK,
kemudian disanggah sendiri oleh mereka:
Politisi PDI Perjuangan, Zuhairi Misrawi, mengusulkan mengusulkan tokoh
Syiah untuk menjadi menteri agama kelak kalau partainya berkuasa. “Saya usulkan
tokoh Syiah, Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat) jadi menteri
Agama, kelak kalau PDIP berkuasa” katanya dalam diskusi “Politik Kebebasan
Beragama”, acara rutin yang digelar Freedom Institute (18/2), seperti dikutip
Wasathon.
Opini dari masyarakat atas isu ini negatif, bahkan dijadikan alat kampanye
negatif kubu Prabowo-Hatta untuk mengalahkan Jokowi-JK.
JK saat kampanye di hadapan ribuan guru ngaji dan ulama serta pengasuh
pesantren di Pamekasan (18/6) membantah isu tersebut. “Tidak ada calon Menag
dari Syiah,” ungkap JK.
2. Jokowi Akan Menghapus Kolom Agama di KTP
Anggota tim pemenangan Jokowi-JK, Siti Musdah Mulia mengatakan, pihaknya
menjanjikan penghapusan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk jika pasangan ini
terpilih. Sebab, keterangan agama pada kartu identitas dinilai justru dapat
disalahgunakan. “Saya setuju kalau kolom agama dihapuskan saja di KTP, dan
Jokowi sudah mengatakan pada saya bahwa dia setuju kalau memang itu untuk
kesejahteraan rakyat,” ujar Musdah pada diskusi mengenai visi dan misi capres,
bertajuk “Masa Depan Kebebasan Beragama dan Kelompok Minor di Indonesia”, di
Menteng, Jakarta Pusat (18/6)
Opini dari masyarakat atas isu ini negatif, bahkan dijadikan alat kampanye
negatif kubu Prabowo-Hatta untuk mengalahkan Jokowi-JK.
Namun, Jokowi membantahnya. Disebutkan, dirinya dan JK sama sekali tidak
memiliki rencana untuk menghapus kolom agama dari KTP. Menurut Jokowi,
pencantuman agama merupakan identitas yang harus melekat dalam diri setiap
penduduk Indonesia. “Di Pancasila kan sudah jelas, di sila pertama Ketuhanan
yang Maha Esa. Jadi apapun itu, ya jadi identitas karakter kita,” ujar Jokowi
di sela-sela kampanye di Slawi, Jawa Tengah (19/6).
3.Penghapusan Aturan Pendirian Rumah Ibadah
Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Musdah Mulia, mengatakan, pihaknya
menjanjikan akan menghapus semua regulasi yang dinilai melanggar hak asasi
manusia (HAM). Salah satu yang akan dihapus adalah Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
“Peraturan soal pendirian rumah ibadah itu akan dihapus. Aturannya menyulitkan
kaum minoritas,” ujar Musdah pada diskusi Masa Depan Kebebasan Beragama dan
Kelompok Minor di Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2014).
Opini dari masyarakat atas isu ini terbelah antara yang positif dan negatif,
kami belum menemukan bantahan dari pihak Jokowi-JK.
4. Pemberitaan Penghapusan Kementerian Agama, Diganti Kementerian Wakaf, Haji,
dan Zakat
Sejumlah koran memberitakan bahwa Kementerian Agama dihapus, diganti
Kementerian Wakaf, Haji, dan Zakat saat membahas mengenai calon menteri
pembantu Jokowi.
Opini dari masyarakat atas isu ini negatif.
Joko Widodo membantah isu Kementerian Agama akan dihapus di dalam kabinetnya.
Menurutnya, isu tersebut tidak berdasar dan tidak benar. “Siapa bilang
(Kementerian Agama) mau dihapus? Itu enggak benar,” ujar Joko Widodo atau
sapaan akrabnya Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Rabu (17/9/2014).
5. Pengaturan Doa di Sekolah Negeri Agar Tak Dominan Islam
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies
Baswedan mengatakan kementeriannya sedang mengevaluasi proses
belajar mengajar yang selama ini berlangsung di sekolah-sekolah negeri. Salah
satu yang sedang dievaluasi terkait dengan tata cara membuka dan menutup proses
belajar, termasuk berdoa yang selama ini identik dengan cara Islam.
“Saat ini kita sedang menyusun, tatib soal aktivitas ini, bagaimana memulai dan
menutup sekolah, termasuk soal doa yang memang menimbulkan masalah. Ini sedang
di-review dengan biro hukum,” ujar Anies dalam jumpa pers di kantornya, Gedung
Kemendikbud, Jalan Jend Sudirman, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Opini dari masyarakat atas isu ini negatif. Bahkan ustadz Yusuf
Mansur (Official) melakukan protes keras dan berharap rezim Jokowi
segera diganti.
Kemudian Anies Baswedan mengatakan, tidak berencana melanjutkan penyusunan tata
tertib (tatib) terkait tata cara membuka dan menutup proses belajar mengajar di
sekolah dengan berdoa. “Tidak tahu tatib itu akan dibikin apa tidak. Itu baru
wacana,” kata Anies, Selasa (9/12). Ia mengatakan, justru ingin mewacanakan
agar anak-anak sekolah di dalam negeri dididik untuk lebih relijius. Antara
lain, dengan membuka dan menutup proses belajar mengajar dengan doa.
========================================
========================================
Awas, Wabah “Sipilis” Makin Meluas!
Baru sekitar satu setengah bulan rezim Jokowi berjalan, telah banyak
“kehebohan” yang muncul akibat banyaknya kebijakan pemerintahannya maupun
pernyataan para pejabatnya yang kontroversial. Banyak kebijakan Jokowi dan
pernyataan para pejabatnya yang menunjukkan bahwa wabah “sipilis” (sekularisme,
pluralisme dan liberalisme) makin meluas di negeri ini. Semua itu seharusnya
membuat umat waspada.
Liberalisasi di Semua Lini
Tindakan rezim Jokowi menaikkan harga BBM merupakan pelaksanaan dari doktrin
‘pencabutan subsidi’ yang menjadi ciri khas dari ideologi Kapitalisme
neo-liberal. Kebijakan itu membuat liberalisasi minyak dan gas (migas) makin
meluas, termasuk di sektor hilir. Di antara targetnya adalah agar swasta dan
asing bisa masuk dalam bisnis eceran migas, khususnya BBM, setelah mereka
menguasai sektor hulu. Ini menunjukkan bahwa liberalisasi migas, termasuk
liberalisasi ekonomi, akan makin total. Apalagi pada Desember 2015 mendatang,
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan sepenuhnya dijalankan. MEA mengharuskan
liberalisasi di bidang perdagangan, pasar tenaga kerja, jasa, pertanian,
finansial, pasar modal dan investasi. Hal itu juga akan diikuti dengan
liberalisasi pendidikan, budaya bahkan juga perilaku dan pemikiran.
Sekularisme dan Pluralisme Makin Total
Liberalisasi yang makin meluas itu tampaknya akan diiringi dengan proses
sekularisasi dan penyebaran paham pluralisme yang makin total. Beberapa
pernyataan yang muncul dari beberapa pejabat rezim Jokowi menunjukkan hal itu.
Di antaranya adalah pernyataan tentang penghapusan kolom agama di KTP karena
dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan pemaksaan. Setelah masyarakat bereaksi
keras, lantas pernyataan itu “dikoreksi”. Maksudnya bahwa pencantuman agama di
KTP tidak harus. Ketika publik masih bereaksi keras, lantas diubah lagi bahwa
maksudnya, selain pemeluk enam agama yang diakui boleh mengosongkan kolom
agama. Kebijakan itu, jika terjadi, jelas akan sangat merugikan bagi umat
Islam.
Lalu pernyataan pejabat Jokowi agar UU Perkawinan direvisi, khususnya terkait
ketentuan bahwa perkawinan dianggap sah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan
agama. Targetnya agar perkawinan dianggap sah jika sesuai dengan ketentuan negara,
yakni ketentuan administrasi. Jelas, ini sangat berbahaya karena akan menjadi
pintu untuk melegalkan nikah beda agama. Setelah ada reaksi keras publik,
khususnya umat Islam, pernyataan itu meredup.
Muncul pula pernyataan ngawur pejabat Kementerian Agama untuk mengesahkan dan
mengakui Baha’i sebagai agama. Jika itu terjadi, itu sama saja dengan
melegalkan penistaan terhadap agama khususnya Islam. Dengan itu, Ahmadiyah yang
jelas menistakan Islam juga akan minta diakui dan dilegalkan. Beragam aliran kepercayaan
dan aliran sesat lainnya juga akan ramai-ramai minta diakui dan dilegalkan.
Akibatnya, akan makin banyak pihak yang berani lancang menistakan Islam.
Setelah publik umat Islam beraksi keras, pernyataan itu pun padam.
Juga ada pernyataan untuk mengontrol penyiaran agama di ruang publik. Alasannya
untuk menjaga kerukunan beragama. Itu sama saja dengan mengontrol ceramah,
khutbah, tablig akbar, dsb. Ketika ada reaksi negatif publik, buru-buru
pernyataan itu dinafikan.
Baru-baru ini Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin mengatakan umat Muslim boleh
saja mengenakan atribut Natal. Dia menyebutkan atribut non-Muslim boleh saja
dipakai Muslim sebagai bentuk menghargai saja (Republika.co.id, 8/12). Reaksi
keras pun bermunculan. Sekjen Kemenag Nur Syam akhirnya angkat bicara. Dia
tidak mendukung pemakaian atribut Natal bagi karyawan Muslim. Kata dia,
solidaritas dalam beragama itu penting dan perlu dilakukan, tetapi tidak harus
dengan memakai atribut agama lain seperti topi dan jenggot sinterklas atau yang
lainnya (Republika.co.id, 9/12).
Baru-baru ini juga Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies
Baswedan, mengatakan, kementeriannya sedang mengevaluasi proses
belajar-mengajar di sekolah-sekolah negeri. Salah satunya terkait tata cara
membuka dan menutup proses belajar dengan doa. “Saat ini kita sedang menyusun
tata tertib (tatib) soal aktivitas ini, bagaimana memulai dan menutup sekolah,
termasuk soal doa yang memang menimbulkan masalah. Ini sedang di-review dengan
biro hukum,” kata dia.
Menurut Anies, sekolah negeri bukanlah tempat untuk mempromosikan keyakinan
agama tertentu. Sekolah seharusnya memberikan kesetaraan bagi penganut agama
lainnya. “Sekolah negeri harus menjadi sekolah yang mempromosikan sikap
berketuhanan yang Maha Esa, bukan satu agama.” (Detiknews, 1/12).
Reaksi keras pun bermunculan.
Anies pun membantah. Ia justru ingin mewacanakan agar anak-anak sekolah di
dalam negeri dididik untuk lebih relijius, antara lain dengan membuka dan
menutup proses belajar-mengajar dengan doa. Mengenai doa yang akan digunakan,
ia menyebut, itu bukan domain Pemerintah. Ia membantah ide ini bertujuan untuk
mengurangi dominasi satu agama di sekolah. Ia hanya menginginkan agar buka dan
tutup proses belajar-mengajar dihiasi dengan doa (Republika.co.id, 9/12).
Andai tidak ada reaksi keras dari publik, boleh jadi wacana itu akan melenggang
mulus.
“Sipilis” Penyakit Berbahaya
“Sipilis” (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) pada hakikatnya adalah
penyakit berbahaya karena mengajari manusia untuk berpaling dari petunjuk Allah
SWT. Penyakit ini bisa mengantarkan manusia pada kebinasaan dan kesempitan
hidup. Allah SWT memperingatkan:
]وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا…[
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran) maka bagi dia kehidupan
yang sempit (TQS Thaha [20]: 124).
Ibn Katsir menjelaskan di dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim: Maknanya, “Siapa
saja yang menyalahi perintah (ketentuan)-Ku dan apa saja yang telah Aku
turunkan kepada Rasul-Ku—ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil
yang lain sebagai petunjuknya—maka bagi dia kehidupan yang sempit,yakni di
dunia; tak ada ketenteraman bagi dia dan tak ada kelapangan untuk dadanya…”
Pentingnya Kontrol Umat
Berbagai pernyataan berbahaya di atas mencerminkan bahwa proses sekularisasi,
liberalisasi dan penyebaran paham pluralisme akan makin meluas di negeri ini.
Namun, semua itu dapat dicegah saat ini karena ada reaksi keras dari umat
Islam. Semua itu menjadi bukti betapa pentingnya kontrol dari umat Islam, juga
betapa pentingnya aktivitas mengoreksi penguasa. Karena itu kontrol dan koreksi
umat terhadap penguasa harus terus dilakukan. Apalagi semua itu merupakan
bagian dari amar makruf nahi mungkar.
Sesungguhnya kerusakan dan bencana bisa dicegah dan dihindari jika umat aktif
melakukan amar makruf nahi mungkar, terutama terhadap penguasa dan aparaturnya.
Itulah aktivitas yang diperintahkan oleh Islam. Jika umat meninggalkan
aktivitas ini maka umat seluruhnya akan ditimpa bencana. Rasul saw. bersabda:
«كَلاَّ، وَاللهِ لَتَأمُرُنَّ بالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ
وَلَتَأخُذُنَّ عَلَى يَدِ الظَّالِمِ وَلَتَأطِرُنَّهُ عَلَى الحَقِّ أطْراً
وَلَتَقْصُرُنَّه عَلَى الحَقِّ قَصْراً أَوْ لَيَضْرِبَنَّ اللهُ بقُلُوبِ
بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ ليَلْعَننكُمْ كَمَا لَعَنَ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ»
Tidak. Demi Allah, sungguh kalian harus melakukan amar makruf nahi mungkar
serta menindak orang yang zalim, membelokkan dia menuju kebenaran dan menahan
dia di atas kebenaran atau (jika tidak) Allah akan menjadikan hati kalian
saling membenci satu sama lain, kemudian Dia melaknat kalian sebagaimana Dia
telah melaknat Bani Israil (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Pada hakikatnya, amar makruf nahi mungkar, terutama terhadap penguasa,
merupakan aktivitas menyelamatkan masyarakat dari kebinasaan. Rasul saw.
melukiskan itu:
«مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ
اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ
أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ
مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا
خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا
هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا»
Perumpamaan orang yang menegakkan ketentuan Allah dan para pelanggarnya adalah
ibarat satu kaum yang sama-sama naik perahu. Sebagian di bagian atas dan
sebagian di bagian bawah. Mereka yang di bawah, jika ingin mengambil air,
melewati orang yang di atas. Lalu mereka berkata, “Andai saja kita melubangi
tempat kita dan kita tidak menyusahkan orang di atas kita.” Jika para penumpang
perahu itu membiarkan mereka dan apa yang mereka inginkan itu, niscaya mereka
binasa seluruhnya. Namun, jika para penumpang perahu itu menindak mereka,
niscaya mereka selamat dan selamat pula seluruhnya (HR al-Bukhari).
Wahai Kaum Muslim:
Amar makruf dan nahi mungkar dan mengoreksi penguasa itu harus dilengkapi
dengan aktivitas dakwah dalam rangka mewujudkan penerapan syariah Islam secara
total di tengah kehidupan. Itu hanya sempurna di bawah sistem Khilafah
ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Jika itu terwujud, itulah
perwujudan dari keimanan dan ketakwaan penduduk negeri ini. Saat itulah
keberkahan akan dibukakan dari langit dan bumi, sebagaimana janji Allah SWT:
]وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم
بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا
كَانُوا يَكْسِبُونَ[
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka
itu (TQS al-A’raf [7]: 96).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.