Konsep Tol Laut Rp 60 Trilyun yang mau beli kapal Kargo Besar seperti
Eropa-Indonesia untuk rute Jawa-Papua kelihatannya miskin analisa... :)
Ibaratnya ingin menjemput 5 orang pakai mobil Bis Gandeng. Bukannya irit
malah boros bensin. Padahal dengan Kijang saja cukup.
Daripada menghamburkan Rp 60 Trilyun, Solusinya ya bangun pabrik semen di Papua... Tidak sampai Rp 1 trilyun biayanya.
Lagi pula di kota2 di pinggir pantai Papua, harga2 semen cuma Rp 60.000.
Paling banter Rp 90.000/sak. Yang Rp 1 juta itu adalah di daerah2 di
pegunungan yang harus diangkut pakai pesawat terbang atau helikopter
karena jalan darat tidak ada.
Jadi solusinya bukan Tol Laut karena kapal laut tidak bisa masuk hingga
pegunungan. Tapi pembangunan jalan darat di wilayah Papua agar daerah2
yang terisolir di pegunungan bisa diakses lewat jalan darat. Bukan
pesawat.
Pembelian Kapal Kargo ukuran besar seperti Indonesia ke Eropa juga tidak
bisa dilakukan karena kondisi beda. Jumlah penduduk Indonesia ada 250
juta dan kita punya industri mobil (meski pabriknya Jepang/Jerman),
Sepeda, Semen, dsb. Kadang ditengah jalan mengambil barang2 di Singapura
untuk memuat produk2 Jepang dan Cina serta mampir di India. Eropa
penduduknya sekitar 800 juta dan industrinya juga maju. Jadi pulang
pergi, barang selalu penuh.
Lah Jawa jumlah penduduk cuma 130 juta dan Papua cuma sekitar 3 juta
orang. Dari Jawa bawa mobil ke Papua. Dari Papua nyaris kosong. Jika pun
ada paling2 pisang/buah naga. Tidak sebanding. Ini karena di Papua
nyaris tidak ada industri apa2. Cuma kebun dan tambang Freeport saja.
Tanpa Tol Laut juga sudah ada kapal2 laut di Indonesia. Dari zaman Belanda sudah ada...
Kapal2 Pelni yang berlayar sebetulnya sudah cukup besar. 1 Kapal bisa
menampung 2000 penumpang. Jarang saya baca berita kapal ini tenggelam
karena ombak.
Toh kapal tsb dari Jawa ke Papua cuma terisi 70%. Sehingga Pelni merugi
dan menjual kapal2nya karena biaya operasional lebih besar.
Jadi jika beli kapal yang lebih besar lagi, biaya operasional akan
tambah besar. Tingkat keterisian juga bisa turun hingga 30%. Belum biaya
modifikasi pelabuhan yang menurut berita menghabiskan Rp 60 trilyun
agar bisa dilalui kapal2 besar.
Jadi analisa sebab harus dilakukan secara tepat. Sehingga solusinya juga
tepat. Suntik saja uang yang ada ke Pelni sehingga mereka bisa membeli
dan mengoperasikan kapal2 besar mereka yang sudah ada.
Tekan kerugian, PT Pelni jual tiga kapal
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Pelni (Persero), Sulistyo
Hardjito, mengatakan, maskapai pelayaran terbesar di Indonesia itu akan
menjual tiga dari 32 kapalnya, agar mampu menekan kerugian perusahaan.
Di antara kapal penumpang yang akan dijual itu KM Kerinci, yang pernah menjadi kebanggaan PT Pelni pada dasawarsa '80-an.
Kapal penumpang kelas Kerinci (sekitar 3.700 ton bobot mati) itu dibeli
dalam keadaan "gress" alias baru sama sekali dari galangan kapal di
Hamburg, Jerman.
Pada 2013, PT Pelni membukukan pendapatan sebesar Rp2,4 triliun, namun
perseroan tetap merugi sekitar Rp630 miliar, salah satunya, akibat
inflasi yang menyebabkan kenaikan biaya pokok kapal.
Pelni akan Modifikasi KM Ciremai dan KM Sinabung
Modifikasi KM Ciremai akan menghasilkan kapasitas 60 Twenty-feet
Equivalent Units (TEUs), atau dapat diisi dengan 100 kendaraan dan 1.500
penumpang.
Sedangkan modifikasi KM Sinabung menghasilkan kapal berkapasitas 50
TEUs. Dana yang dibutuhkan untuk masing-masing kapal memakan biaya
sekitas Rp 100 miliar.
Selama ini, keterisian penumpang rute Jawa-Papua masih 70 persen. Di
samping itu, kapal tidak terlalu banyak singgah ke pelabuhan lain.
Kontribusi pendapatan Pelni selama 2012, terbesar berasal dari
penumpang, yaitu 5.214 juta orang, dan barang 409,624 meter kubik.
Sedangkan kontribusi pada 2011, penumpang sebanyak 4.507 juta orang dan
barang 428,297 meter kubik.
KAPAL PELNI TERAPKAN STANDAR KEAMANAN INTERNASIONAL
Sebelum dimodifikasi, KM Ciremai merupakan kapal penumpang berkapasitas
2.000 seat buatan Jos L Meyer, Pepenburg, Jerman pada tahun 1991.
Pelni Jual KM Kerinci Rp26,5 Miliar
JAKARTA - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), menjual satu armada
kapal KM Kerinci senilai Rp26,5 miliar dengan kapasitas 2.000 penumpang.
Kapal tersebut dijual untuk mengurangi beban perawatan karena
menganggur.
Direktur Utama PT Pelni Sulistyo Wimbo Hardjito mengatakan, selain KM
Kerinci masih ada dua kapal dalam proses penjualan, yakni KM Ganda
Dewata dan KM Caraka III/1.
"Ketiganya kami jual dengan harapan bisa mengurangi beban perawatan
dengan nilai rata-rata per bulannya Rp1,5 miliar," ujarnya usai melantik
sejumlah direksi di kantor PT Pelni, Rabu (17/9/2014).
Salah satu tujuan pembangunan tol laut adalah untuk memudahkan distribusi dari sabang sampai merauke.
Pengusaha: Harga Semen Rp 1 Juta di Papua Termasuk Murah
"Dengan angkutan laut juga akan meningkatkan harga kalau tidak ada barang yang diangkut. Misalnya dari Jakarta, ada barang. Kemudian kembali ke Jakarta, kapal dalam keadaan kosong, itu kan mondar-mandir harus pakai BBM dan crew-nya juga harus dibayar," kata dia.
Asmari mengungkapkan, misalnya harga semen di Pulau Jawa hanya Rp 50 ribu sedangkan di Papua bisa mencapai Rp 1 juta, menurutnya hal tersebut merupakan harga yang wajar karena pabrik semen tersebut ada di Jawa sehingga bisa distribusikan melalui jalur darat.
"Kalau di Papua, saya yakin kalau letaknya di pinggir pantai tidak akan Rp 1 juta, mungkin hanya Rp 60 ribu. Tapi kalau adanya di tengah gunung mungkin bisa Rp 1 juta karena tidak ada transportasinya, dia menggunakan helikopter. Kalau pakai helikopter, harga Rp 1 juta itu murah," jelasnya.
http://bisnis.liputan6.com/read/2066853/pengusaha-harga-semen-rp-1-juta-di-papua-termasuk-murah
"Itu proyek Pendulum Nusantara juga tidak bisa jalan karena mengapa? Loe punya kapal angkutan terus bawa barang ke Papua, pulangnya kosong. Nah sekarang yang menanggung biaya angkutan ke Papua-Jakarta siapa," paparnya mencontohkan
"Dia, Jokowi mau dorong pengusaha investasi kapal, sekarang pun pengusaha kapal banyak tapi bukan itu intinya. Angkutan logistik di Indonesia tidak balance sehingga beban operasional kapal cenderung dibebankan di sana," terangnya kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu (14/9).
Ini mengapa, lanjut dia, terjadi disparitas harga antara kawasan barat dengan timur. Andaikata pun Jokowi menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk membeli kapal-kapal raksasa, maka pertanyaan selanjutnya darimana sumber subsidi operasionalnya.
"Gila apa itu mau disubsidi pakai APBN. Nilai angkut dari Jakarta ke Papua itu mahal," tekannya.
Pemilik kapal dipastikan tak mau merugi. Ongen menegaskan, membangun maritim Indonesia tak seperti rumah yang langsung bisa atapnya. Pemerintah harus berpikir bagaimana operasional angkutan kapal dari kawasan barat ke timur bisa menjadi balance.
"Minimal pulang dari pulang dari sana bawa barang yang nilainya setengah, tak kosong. Misal angkut mobil ke Papua tapi pulangnya bawa pisang ya tidak balance lah," imbuhnya.
Maka dari itu, menurut dia, penting bagi pemerintah mendorong investor mau membangun industri di kawasan timur atau wilayah yang sulit terjangkau angkutan darat. Salah satunya dengan memberi intensif. Dengan begitu, biaya logistik bisa ditekan ke bawah karena pembangunan ekonomi merata di seluruh wilayah Indonesia.
http://politik.rmol.co/read/2014/09/14/171919/Pangoanan:-Ingat-Pengusaha-Kapal-Tak-Mau-Merugi,-Tol-Laut-Bukan-Solusi-
Jokowi Mau Bangun Tol Laut, Pengusaha: Bangun Dulu Industri di Timur
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA), Carmelita Hartoto mencoba mengkritisi rencana tol laut yang digagas Calon Presiden nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) dan pasangannya Jusuf Kalla (JK).
Carmelita menyarankan Jokowi terlebih dahulu mengembangkan industri terutama di wilayah Timur Indonesia. Setelah itu baru membangun jaringan tol laut.
"Kalau industri terbangun, pengusaha pelayaran akan menyiapkan kapal. Yang penting infrastruktur dulu yang dibangun nanti baru bicara kapal. Ship follow the trade bukan trade follow the ship," ungkap Carmelita saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat malam (20/06/2014).
Menurutnya, jumlah kapal berbendera Indonesia yang tersedia selama ini sudah cukup banyak. Namun untuk menuju wilayah timur seperti Papua, sangat sedikit, karena tidak efisien. Contohnya saat kapal membawa barang ke Papua, maka saat kembali kapal tersebut dalam keadaan kosong.
http://finance.detik.com/read/2014/06/21/123520/2615059/4/jokowi-mau-bangun-tol-laut-pengusaha-bangun-dulu-industri-di-timur
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA), Carmelita Hartoto mencoba mengkritisi rencana tol laut yang digagas Calon Presiden nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) dan pasangannya Jusuf Kalla (JK).
Carmelita menyarankan Jokowi terlebih dahulu mengembangkan industri terutama di wilayah Timur Indonesia. Setelah itu baru membangun jaringan tol laut.
"Kalau industri terbangun, pengusaha pelayaran akan menyiapkan kapal. Yang penting infrastruktur dulu yang dibangun nanti baru bicara kapal. Ship follow the trade bukan trade follow the ship," ungkap Carmelita saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat malam (20/06/2014).
Menurutnya, jumlah kapal berbendera Indonesia yang tersedia selama ini sudah cukup banyak. Namun untuk menuju wilayah timur seperti Papua, sangat sedikit, karena tidak efisien. Contohnya saat kapal membawa barang ke Papua, maka saat kembali kapal tersebut dalam keadaan kosong.
http://finance.detik.com/read/2014/06/21/123520/2615059/4/jokowi-mau-bangun-tol-laut-pengusaha-bangun-dulu-industri-di-timur
Rahma Y: Katanya mah di kota harga semen dipapua plg jg 90rb.... yg mahal
itu harga yg dipegunungan krn pake pesawat angkutnya.... emang tu kapal
'tol laut' bisa naik gunung?? >>>>>> ini komentar yg
saya baca di status fb itu. Dan ada konfirmasi jg dr yg tinggal di
papua. Jadi masalahnya bukan transportasi laut tp transportasi darat dr
pelabuhan ke desa2 terpencil di papua yg hanya bisa lewat pesawat
udara...diusulkan spy jokowi membangun infrastruktur darat agar biaya
distribusi bisa turun.