Breaking News
Loading...
Minggu, November 23, 2014

Info Post

Berbagai pihak, bahkan termasuk media massa Islam, baru-baru ini "tertipu" dengan `pengakuan' Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Dalam pengakuan terbarunya yang dibacakan di Kantor Balibang Depag bulan Januari lalu, Ahmadiyah mengeluarkan 12 poin pandangan.
Di antara 12 poin tersebut: dalam poin ke-3, ia mengatakan, "Mirza Ghulam hanya disebut seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan peringatan serta pengemban mubasyirat, pendiri dan pemimpin Jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW." Pernyataan ini banyak dianggap seolah-olahAhmadiyah telah insyaf.
Banyak orang, tokoh, bahkan media massa"tertipu" bahasa cantik seperti ini. Harap tahu saja, berbagai aliran sesat sudah terbiasa menggunakan kiat-kiat untuk mengelabui dan membohongi masyarakat dalam menyebarluaskan paham-pahamnya.
Berbagai kebohongan, pengaburan, dan tipu daya juga seringkali dimunculkan dalam kasus seputar Ahmadiyah.
Di bawah ini, saya cuplikan beberapa kiat mereka, sekaligus jawaban ringkas saya. Saya ingin meluruskan beberapa dari 12 poin penjelasan Ahmadiyah, seperti yang sudah dikeluarkan di berbagai media massa di Indonesia bulan Januari lalu, yaitu:
Pertama, "Syahadat kami adalah syahadat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: "Asyhadu anlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah."
Jawaban saya::
Kita perlu berhati-hati dan mencermati pengakuan semacam itu. Sejak berdirinya, Jemaat Ahmadiyah sudah mengaburkan makna syahadat, meskipun lafalnya sama dengan syahadat orang Islam. Kaum Ahmadiyah mengklaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah juga Muhammad dan Rasul Allah.
Simaklah buku Memperbaiki Kesalahan (Eik Ghalthi Ka Izalah), karya Mirza Ghulam Ahmad, yang dialih bahasakan oleh H.S. Yahya Ponto, (terbitan Jamaah Ahmadiyah cab. Bandung, tahun 1993).
Dalam buku ini, Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan, siapa yang dimaksud dengan "Muhammad" dalam ayat tersebut, yakni: "Dalam wahyu ini Allah SWT menyebutku Muhammad dan Rasul…(hlm 5).
Jadi, inilah perbedaan keimanan yang sangat mendasar antara Ahmadiyah dengan orang Muslim. Sebab, bagi umat Islam, kata Muhammad dalam syahadat, adalah Nabi Muhammad SAW yang lahir di Mekkah, bukan yang lahir di India. Lebih jauh lagi, dikatakan dalam buku ini:
"Dan 20 tahun yang lalu, sebagai tersebut dalam kitab Barahin Ahmadiyah Allah Taala sudah memberikan nama Muhammad dan Ahmad kepadaku, dan menyatakan aku wujud beliau juga." (hlm 16-17).
"….. Dalam hal ini wujudku tidak ada, yang ada hanyalah Muhammad Musthafa SAW, dan itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad." (hlm 25)
Dalam majalah bulanan resmi Ahmadiyah "Sinar Islam" edisi 1 Nopember 1985 (Nubuwwah 1364 HS), rubrik "Tadzkirah", disebutkan:
"Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku Rasul-Nya, karena sebagaimana sudah dikemukakan dalam Brahin Ahmadiyah, Tuhan Maha Kuasa telah membuatku manifestasi dari semua Nabi, dan memberiku nama mereka. Aku Adam, Aku Seth, Aku Nuh, Aku Ibrahim, Aku Ishaq, Aku Ismail, Aku Ya'qub Aku Yusuf, Aku Musa, Aku Daud, Aku Isa, dan Aku adalah penjelmaan sempurna dari Nabi Muhammad SAW, yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi. (Haqiqatul Wahyi, h. 72)." (hlm 11-12)
Sekali lagi, yang menjadi masalah adalah bahwa bagi kaum Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad juga mengaku sebagai Muhammad SAW, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Bahkan, dalam buku Ajaranku, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad AS., Yayasan Wisma Damai, Bogor, cetakan keenam,1993, disebutkan: "….. di dalam syariat Muhammad SAW akulah Masih Mau'ud. Oleh karena itu aku menghormati beliau sebagai rekanku ….." (hlm 14)
Kedua, Ahmadiyah juga mengatakan;
"Kitab Suci kami hanyalah Al Qur'anul Karim." Ahmadiyah juga mengatakan, bahwa Tadzkirah bukanlah kitab suci mereka, tetapi merupakan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada tahun 1935 (27 tahun setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia tahun 1908).
Jawaban saya:
Penjelasan Ahmadiyah ini juga tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam kitab Tadzkirah yang asli tertulis di lembar awalnya kata-kata berikut ini: ”Tadzkirah ya’ni wahyu Muqoddas”, artinya ”Tadzkirah adalah wahyu suci.” Jadi, kaum Ahmadiyah jelas menganggap bahwa kitab Tadzkirah adalah "wahyu yang disucikan". Karena itu, sangat tidak benar jika mereka tidak mengakuinya sebagai Kitab Suci. Sangat jelas, mereka memiliki kitab suci lain selain al-Qur`an, yaitu kitab Tadzkirah.
Tentu saja, umat Islam seluruh dunia menolak dengan tegas bahwa setelah Nabi Muhammad SAW, ada nabi lagi, atau ada orang yang menerima wahyu dari Allah SWT. Dalam buku Apakah Ahmadiyah itu? Karangan HZ. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad disebutkan:
"Hadhrat Masih Mau'ud AS tampil ke dunia dan dengan lantangnya menyatakan, bahwa Allah Ta'ala bercakap-cakap dengan beliau dan bukan dengan diri beliau saja, bahkan Dia bercakap-cakap dengan orang-orang yang beriman kepada beliau serta mengikuti jejak beliau, mengamalkan pelajaran beliau dan menerima petunjuk beliau. Beliau berturut-turut mengemukakan kepada dunia Kalam Ilahi yang sampai kepada beliau dan menganjurkan kepada para pengikut beliau, agar mereka pun berusaha memperoleh ni'mat serupa itu." (hlm 63-64).
Ketiga, Ahmadiyah mengatakan, "Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata-kata maupun perbuatan."
Jawaban saya:
Pengakuan kaum Ahmadiyah ini pun nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta yang ada pada buku-buku dan terbitan mereka. Dalam buku Amanat Imam Jemaat Ahmadiyah Khalifatul Masih IV Hazrat Mirza Tahir Ahmad Pada Peringatan Seabad Jemaat Ahmadiyah Tahun 1989 terbitan Panita Jalsah Salanah 2001, 2002 Jemaat Ahmadiyah Indonesia, disebutkan:
"Saya bersaksi kepada Tuhan Yang MahaKuasa dan Yang Selamanya Hadir bahwa seruan Ahmadiyah tidak lain melainkan kebenaran. Ahmadiyah adalah Islam dalam bentuknya yang sejati. Keselamatan umat manusia bergantung pada penerimaan agama damai ini." (hlm 6)
"Bilakhir, perkenankanlah saya dengan tulus ikhlas mengetuk hati anda sekalian sekali lagi agar sudi menerima seruan Juru Selamat di akhir zaman ini." (hlm 10)
Kaum Ahmadiyah juga menyebut jemaat mereka adalah laksana perahu Nabi Nuh yang menyelamatkan. Yang tidak ikut perahu itu akan tenggelam.
Dalam Majalah Bulanan resmi Ahmadiyah "Sinar Islam" edisi 1 Juli 1986 (Wafa 1365 HS), pada salah satu tulisan dengan judul Ahmadiyah Bagaikan Bahtera Nuh Untuk Menyelamatkan Yang Berlayar Dengannya, oleh Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, dinyatakan:
"Aku ingin menarik perhatian kalian kepada sebuah bahtera lainnya yang telah dibuat di bawah mata Allah dan dengan pengarahan-Nya. Kalian adalah bahtera itu, yakni Jemaat Ahmadiyah. Masih Mau'ud AS diberi petunjuk oleh Allah melalui wahyu yang diterimanya bahwa beliau hendaklah mempersiapkan sebuah Bahtera. Bahtera itu adalah Jemaat Ahmadiyah yang telah mendapat jaminan Allah bahwa barang siapa bergabung dengannya akan dipelihara dari segala kehancuran dan kebinasaan." .………….
"Ini adalah suatu pelajaran lain yang hendaknya diperhatikan oleh anggota-anggota Jemaat. Sungguh terdapat jaminan keamanan bagi mereka yang menaiki Bahtera Nuh, baik bagi para anggota keluarga Masih Mau'ud AS maupun bagi orang-orang yang, meskipun tidak mempunyai hubungan jasmani dengannya, menaiki Bahtera itu dengan jalan mengikuti ajaran beliau" (hlm 12, 13, 16, 30)
Kesimpulan
Hendaknya, kita jangan mudah tertipu dengan penjelasan-penjelas an yang tampak indah, padahal, dunia Islam sejak dulu sudah tahu, apa dan bagaimana sebenarnya ajaran Ahmadiyah. Intinya, mereka mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, Isa al-Mau'ud, dan Imam Mahdi.
Pernyataan mereka bahwa Mirza Ghulam hanya sebagai guru, cuma kata-kata "karet". Hingga saat ini, tak ada kalimat darinya yang mengatakan, gurunya itu bukan Nabi.
Jadi, antara Islam dan Ahmadiyah memang ada perbedaan dalam masalah keimanan. Oleh sebab itulah, berbagai fatwa lembaga-lembaga Islam internasional sudah lama menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat dan bukan Islam.
Kita berharap para pejabat dan cendekiawan kita tidak mudah begitu saja menerima penjelasan Ahmadiyah, tanpa melakukan penelitian yang mendalam. Wallahu a'lam. SUARA HIDAYATULLAH PEBRUARI 2008
Penulis adalah Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam/hidayatullah

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA