Satu pekan setelah dilantik, Jokowi-JK hari Ahad (26/10/2014) akhirnya dengan resmi mengumumkan susunan kabinetnya di depan istana negara. Pengumuman ini memang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak, baik dalam dan luar negeri. Besarnya animo masyarakat yang menanti pengumuman skuad pembantu presiden ini adalah wajar, mengingat besarnya harapan sebagian masyarakat terhadap janji perubahan yang ditawarkan Jokowi-JK pada musim pilpres yang lalu. Komposisi menteri tentu bisa menjadi indikasi paling awal untuk melihat seberapa besar kemungkinan harapan perubahan revolusioner yang dijanjikan Jokowi itu menjadi kenyataan.
Dipilihnya istana negara sebagai lokasi pengumuman susunan kabinet adalah tentu keputusan yang baik, setelah sebelumnya terjadi polemik tentang pilihan lokasi yang tidak biasa – pelabuhan priok; yang kemudian akhirnya dibatalkan. Selain tidak harus mengeluarkan biaya yang tak perlu, bagaimanapun istana presiden adalah simbol penting institusi negara. Karenanya, akan lebih tepat memang jika pengumuman itu sendiri dilakukan di istana presiden, sebagaimana tradisi baik yang telah dilakukan semua presiden sebelumnya.
Pemberian nama kabinet sebagai Kabinet Kerja oleh Jokowi-JK mengindikasikan semangat pemerintahan baru ini untuk tancap gas langsung bekerja segera setelah dilantik. Semangat kerja ini salah satunya juga bisa dilihat dari the language of attire (bahasa pakaian) presiden dan pembantunya yang cenderung sederhana dan kasual – kemeja putih lengan panjang dengan lengan dilipat. Ini tentu cara berpakaian para menteri yang keluar dari tradisi pejabat kebanyakan yang biasanya menggunakan jas rapi. Dari pilihan cara berpakaian ini, Jokowi-JK ingin menyampaikan pesan penting kepada khalayak bahwa pemerintahan terpilih sudah siap bekerja melayani masyarakat sejak malam pengumuman itu.
Suasana informal yang diciptakan Jokowi saat pengumuman adalah juga menarik untuk diperhatikan. Beberapa kali dia menyelipkan joke saat memperkenalkan menterinya. Beberapa menteri dia suruh bergegas berlari ke dalam barisan, tapi pada saat yang sama sang presiden melarang menteri lain untuk berlari. Jokowi juga tidak memberikan instruksi yang sama kepada beberapa menteri yang lain, sehinga mereka bebas berkespresi. Mau berlari tergopoh ke barisan, atau memilih jalan santai, seperti yang dilakukan Puan Maharani J. Mungkin ini tidak terlalu penting untuk dibahas. Tapi, tetap menarik diperhatikan jika ingin memahami suasana kebatinan pemilihan dan pengumuman menteri sebagai sebuah teks untuk ditafsir.
Kompromi Maksimal: Nihil Transaksional?
Memperhatikan jumlah kementerian dan deretan nama yang telah diumumkan, sepertinya ini adalah kompromi maksimal yang telah dilakukan Jokowi-JK terhadap berbagai kepentingan politik yang ada di sekitarnya. Secara umum, tidak ada yang terlalu luar biasa dari formula susunan kabinet kerja Jokowi ini. Kurang lebih jumlah dan komposisi kabinet sama dengan apa yang dilakukan SBY pada kabinet Indonesia Bersatunya yang mengakomodir berbagai kepentingan secara proporsional; partai pendukung, kalangan professional (yang belum tentu) murni, keterwakilan perempuan, Indonesia barat dan timur, termasuk keterwakilan agama. Oleh karena itu, sebagian kalangan menyebut bahwa susunan kabinet ini tidak begitu sesuai ekpektasi publik yang besar kepada Jokowi-JK yang pada saat kampanye berjanji akan membikin kabinet yang ramping dengan mentiadakan politik transaksional.
Meminjam istilah koran berbahasa Inggris The Jakarta Post, kabinet Jokowi kurang memiliki ‘wow factor’ (Jakarta Post, 27/10/2014). Degan kata lain, TJP menilai ini adalah kabinet ‘biasa saja’. Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, bahkan memberi nilai enam dari skala sepuluh untuk komposisi kabinet ini. Ini karena komposisi kabinet ini muncul dalam bentuk wajah dan formula politiknya yang asli. Bahwa politik adalah bagi-bagi kekuasaan, bagi-bagi kursi menteri; siapa mendapatkan apa. Anda berinvestasi dan ‘saya bayar’ dengan imbalan kursi.
Dari catatan Kompas, sedikitnya ada 15 orang menteri dari politisi partai pendukung Jokowi-JK pada piplres yang lalu. Yang paling banyak tentu adalah PDIP, diikuti PKB, Nasdem, dan Hanura. Bahkan, parpol yang masuk belakangan, setelah ‘membelot’ dari Koalisi Merah Putih, PPP pun dapat satu jatah menteri. Dipertahankannya Lukman Hakim di Kementerian Agama bisa dipahami sebagai ‘balas jasa politik’ kepada PPP yang telah berdiri bersama KIH pada pemilihan pimpinan DPR dan MPR terakhir.
Ini tentu belum dihitung mereka yang menyebut diri mereka sebagai kalangan professional, namun juga berpolitik dengan cara mereka. Saya lebih cenderung menyebut mereka sebagai kelompok ‘professional (setengah) murni’. Mereka memang tidak merepresentasikan parpol secara resmi. Namun, aktif terlibat sebagai tim sukses yang membantu Jokowi-JK saat pilpres lalu. Nama-nama menteri seperti Anis Baswedan, Andrianof Chaniago, Khofifah Indar Parawansa, Ryamizard Ryacudu adalah deretan nama dalam tim sukses Jokowi-JK. Bahkan termasuk Prof. Pratikno yang dikenal sebagai orang dekat Jokowi selama kampanye Pemilu Presiden 2014.
Saya tidak punya akses informasi mendalam terhadap beberapa menteri yang disebut dari kalangan professional murni itu. Namun, dalam politik tidak ada yang benar-benar gratis. Sangat mungkin, mayoritas mereka yang ditunjuk di jajaran kabinet kerja adalah mereka yang sudah berjasa dengan cara mereka di pilpres yang lalu, termasuk dengan cara menjadi donator kampanye. Lihatlah kembali misalnya berita dengan pesawat apa Jokowi kampanye pada 3 April 2014 yang lalu. Kini sang pemilik pesawat telah ditunjuk menjadi salah seorang menteri.
Menghilangnya nama Prof. Saldi Isra dari susunan kabinet dan kemudian digantikan politisi PDIP pada posisi MenkumHam adalah juga indikasi kuat bahwa apa yang diperoleh sesuai dengan besar investasi politik yang diberikan. Prof. Saldi barangkali dianggap tidak memiliki saham politik yang cukup, walaupun banyak orang yang mengakui kepakaran dan integritasnya.
Secara umum, bisa dikatakan bahwa PDIP sebagai partai dengan investasi politik paling besar mendapatkan ‘kue pemerintahan’ terbesar dalam kabinet. Lihatlah posisi Puan Maharani yang ditempatkan sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Dengan demikian Puan akan mengelola APBN dan portfolio yang sangat besar di sektor kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Mengutip The Jakarta Globe, portfolio ini telalu besar untuk ukuran Puan. “The shoe is too big for her”, demikian tulis editorial the Jakarta Globe hari ini (27/10/2014)
Dengan demikian, koalisi tanpa syarat seperti yang dijanjikan Jokowi-JK saat pilpres yang lalu (perhatikan satu capture berita kampanye di bawah) nyaris terbantahkan oleh susunan kabinet ini (untuk tidak menyebut sebagai omong kosong). Wajar memang. Karena politik memang sering begitu. Yang tidak etis adalah menjadikan isu koalisi tanpa syarat ini hanya sekadar janji manis pemilu. Atau digunakan sebagai isu untuk menyerang Prabowo dan tim suksesnya pada pilpres dulu. Sakitnya itu di mana ya?
Beberapa Terobosan
Meskipun mendapat kritikan tajam terhadap postur kabinet yang akomodatif dan transaksional, adalah juga menarik menyaksikan beberapa terobosan yang dilakukan Jokowi-JK. Dipisahnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Pendidikan Tinggi adalah terobosan yang baik, mengingat kompleksnya muatan dan masalah pendidikan yang harus diselesaikan di kementerian ini. Dijadikannya kelautan sebagai salah satu fokus kerja kabinet juga adalah tradisi baik yang telah dilakukan SBY dan memang mesti diteruskan, karena sektor maritim adalah kekayaan Indonesia yang belum tergarap secara maksimal. Ditunjuknya kaum wanita Indonesia dalam jumlah signifikan menjadi menteri, bahkan sekelas menteri luar negeri adalah juga keberanian dan terobosan Jokowi-JK yang patut diapresiasi.
Kita tentu belum bisa menilai kinerja pada menteri ini. Terlalu pagi untuk bicara tentang apa dan bagaimana program yang akan mereka jalankan. Akan lebih bijak jika kita memberi waktu kepada kabinet ini untuk bekerja maksimal melayani rakyat. Pada saat yang sama, rakyat tentu berhak berbicara dan menilai performa pemerintah, melalui kinerja para menteri ini.
Tantangan kabinet Jokowi-JK ke depan tentu tidaklah mudah. Pertumbuhan ekonomi yang relatif baik (di atas 5 persen) sebagai prestasi yang ditingalkan pemerintahan SBY adalah tantangan tersendiri bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk berbuat lebih baik. Kita belum lagi bicara dari tantangan dinamika politik, mengingat parlemen dikuasai oleh kelompok oposisi.
Di luar parlemen, adalah fakta politik bahwa lebih dari 60 juta orang Indonesia tidaklah memilih Jokowi-Kalla. Ini tentu adalah angka yang tak bisa dianggap sebelah mata. Mereka yang juga rakyat ini bisa sangat kritis dan bisa bergerak kemana mereka mau setiap waktu. Terjadinya hujan kritik pada tampilan pribadi menteri baru yang merokok di depan publik adalah bukti bahwa mereka yang berpotensi resisten dengan pemerintah tidaklah sedikit.
Kita berharap pemerintahan Jokowi bisa perform dan mampu melakukan perubahan yang lebih baik secara signifikan. Semoga kabinet ini bisa bekerja dengan standar terukur, dan bisa bekerja sama; bukan yang penting kerja atau hanya sama-sama bekerja. Saya sendiri akan tetap berusaha adil dengan pemerintahan baru ini. Saya akan apresiasi jika Anda bekerja sepenuh hati dan berprestasi. Namun, saya akan tetap kritis dan bersuara keras jika pemerintahan mandul dan (kembali) ingkar janji.
Selamat bekerja para pelayan rakyat !
[dakwatuna]