Gaya pidato Prabowo
Subianto bersuara lantang dan meledak-ledak tanpa mengunakan teks sempat
membuat Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Amien
Rais terkesima, dan mengomentari tampilan Prabowo mirip gaya Bung Karno.
"Saya bukan
tukang baca wajah manusia, tapi Pak Prabowo ini dari samping seperti Bung
Karno," ujar Amien saat itu memberikan sambutan di acara deklarasi Prabowo
dan Hatta Rajasa sebagai calon presiden dan wakil presiden di Rumah “Bung
Karno” Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Senin (19/5/2014).
Benarkah di dalam diri
Prabowo Subianto ada bayang-bayang figurisasi Bung Karno, atau sebagaimana
disebutkan oleh Amien Rais bahwa Prabowo mirip Bung Karno?
Sementara pada
kenyataannya, Prabowo bukan apa-apanya Bung Karno, bukan reinkarnasinya, bukan
titisannya, bukan foto copy-nya, bukan pula anak biologis. Malahan ia terlahir
dari keluarga lawan politik Bung Karno. Bahkan ayahnya yakni Soemitro
Djojohadikusumo bersama keluarganya pernah menjalani pahit getir kehidupan
dalam pengasingan lantaran menjadi lawan politik masa rezim Bung Karno.
Meski terlahir dan
besar dari keluarga yang berseberangan paham politiknya dengan Bung Karno,
sebagai anak bangsa Prabowo sangat mengagumi kebesaran sosok Bung Karno sebagai
seorang proklamator dan pemersatu bangsa.
“Ayahanda saya,
Soemitro Djojohadikusumo selalu mengatakan, meski ia berbeda pandangan dengan
Bung Karno, Bung Karno itu pemimpin terbesar di Republik. Tanpa Bung Karno
tidak bisa merdeka Republik ini," aku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra,
saat berbicara di Rakernas PDI-Perjuangan, 2009.
Pernyataan senada
kembali diulang Prabowo saat bicara pada sarasehan “Bulan Bung Karno” di
Megawati Institute (2012). Dalam pesannya kepada Prabowo, sang ayah menyebutkan
Bung Karno selain pendiri bangsa juga sebagai takdir sejarah. Sebab, kalau
tidak ada Bung Karno, mungkin sejarah Indonesia bisa lain. Betapa tidak,
Indonesia merupakan negeri yang terdiri dari berbeda-beda suku, ras, agama.
"Sangat sulit dalam sejarah peradaban manusia ada negara yang berhasil
dengan seperti itu. Bung Karno-lah yang memersatukan bangsa di tengah 300 tahun
dijajah bangsa lain," kata Prabowo.
Di sini, meski berbeda
pandang dan menjadi lawan politik, sang ayah mengajarkan pada anak-anaknya akan
arti; Jasmerah – jangan sekali-kali melupakan sejarah, mengutip kata-kata Bung
Karno. Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Dan ini
menjadi pelajaran penting bagi kita semua untuk menghargai dan tidak melupakan
apa yang namanya sejarah.
Masih
Kena Cucu ‘Bung Karno’
Benarkah ‘Prabowo’
masih kena cucu ‘Bung Karno’? Ketemu dari mana, bapaknya saja Soemitro
Djojohadikumo dulu lawan politik Bung Karno, dan di antara keduanya juga tidak
punya silsilah hubungan keluarga, tahu-tahu dibilang ‘Prabowo’ masih kena cucu
‘Bung Karno’.
Memang tidak ada fakta
biologis atau hasil dari tes DNA yang menyebutkan bahwa Ketua Umum Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini masih kena cucu atau memiliki hubungan
darah dengan sang proklamator Bung Karno.
Tapi setidaknya inilah
pengakuan pendiri Partai Gerindra. Ketika berbicara di Rapimnas PDI-Perjuangan
(2009) dan sarasehan “Bulan Bung Karno” di Institute Megawati (2012), sempat
menyinggung bahwa hubungan dengan Bung Karno sebagai pendiri Partai Nasional
Indonesia (PNI) bahkan menyebutkan masih kena cucunya.
Disebutkan, semalam
sebelum Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Belanda dan dibuang dalam
pengasingan. Bung Karno memberi mandat kepada Margono Djojohadikusumo yang tak
lain adalah kakek Prabowo, untuk mendirikan Partai Indonesia Raya (Parindra),
guna meneruskan perjuangan PNI. “Waktu Bung Karno kembali dari pengasingan,
kakek saya mengembalikan mandat itu. Parindra bubar dan PNI bangkit kembali.
Jadi kami merasa Gerindra cucunya PNI," kata pendiri partai Gerindra.
Tahun 2008, cucu dari
pendiri Parinda tak mau kalah dengan kakeknya mendirikan pula partai politik
untuk ikut berlaga di Pemilu 2009. Awalnya Prabowo mengajukan nama partainya
seperti nama partai yang didirikan kakeknya, Parindra. Tapi nama itu ditolak,
karena sebelumnya sudah pernah ada nama partai tersebut bentukan kakeknya atas
mandat Bung Karno. Untuk tidak menghilangkan kata ‘Indonesia Raya’ yang
menurutnya bahwa kata ini sangat keramat, lalu diberilah nama partainya;
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Memang kalau mau diurut
dengan logika ilmu gathuk, dan digathuk-gathukan antara PNI, Parindra dan
Gerindra masih ada hubungan, PNI kakeknya, Parindra bapaknya dan Gerindra
cucunya. Itu yang dimaksud Parbowo bahwa Gerindra merupakan cucunya PNI, yang
juga sama-sama memiliki dasar spirit perjuangan dan ideologis yang sama yaitu
nasionalisme.
Dengan semangat jas
merah – jangan sekali-kali melupakan sejarah, di sini Prabowo tidak bermaksud
untuk membangkit-bangkitan romatisme masa lalu antara PNI, Parindra dan
Gerindra. Tapi setidaknya dari perjalanan historis ini ia ingin menemukan dan
meneguhkan kembali spirit nasionalisme para pendahulunya untuk meneruskan
perjuangan membangun kembali kejayaan Indonesia Raya dibawah panji-panji
Gerindra.
Penyambung
Doktrin Trisakti – Bung Karno
Dalam sebuah
kesempatan, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini sempat memberikan buku
“Surat Untuk Sahabat”, kumpulan dari tulisan di akun facebook-nya,kepada saya.
Saya pun melalap habis isi buku ini. Ternyata buku ini berisi mengenai visi,
gagasan dan pikiran-pikiran tentang tentang Indonesia Raya. Dalam buku ini,
Prabowo memaparkan gagasan visioner mengenai pentingnya kedaulatan bagi sebuah
bangsa baik di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan. Alih-alih setelah baca
buku ini, saya pun diingatkan oleh ajaran doktrin Trisakti-nya Bung Karno,
tentang pentingnya kedaulatan di bidang politik, kemandirian di bidang ekonomi,
dan ketahanan di bidang budaya yang harus dipunyai sebuah bangsa.
Jadi sebelum Jokowi
bicara visi misi dan menggadang-gadang doktrin Trisakti – Bung Karno, capres
dari Partai Gerindra ini jauh-jauh hari sudah ngomong tentang doktrin Trisakti
– Bung Karno lewat tulisan-tulisan di akun facebooknya yang kemudian dirangkum
dalam bunga rampai buku “Surat Untuk Sahabat”, terbit Oktober 2013.
Setidaknya dari sini
kita bisa menangkap kebenaran bahwa bukan saja gaya tampilan pidato, wajah atau
figurisasi Prabowo mirip Bung Karno sebagaimana dinyatakan Amien Rais, tapi
capres yang diusung oleh partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Golkar ini
juga merupakan penyambung ajaran doktrin Trisakti – Bung Karno.
*
Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen” | tribunnews