Breaking News
Loading...
Sabtu, Mei 24, 2014

Info Post

Gaya pidato Prabowo Subianto bersuara lantang dan meledak-ledak tanpa mengunakan teks sempat membuat Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais terkesima, dan mengomentari tampilan Prabowo mirip gaya Bung Karno.

"Saya bukan tukang baca wajah manusia, tapi Pak Prabowo ini dari samping seperti Bung Karno," ujar Amien saat itu memberikan sambutan di acara deklarasi Prabowo dan Hatta Rajasa sebagai calon presiden dan wakil presiden di Rumah “Bung Karno” Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Senin (19/5/2014).
Benarkah di dalam diri Prabowo Subianto ada bayang-bayang figurisasi Bung Karno, atau sebagaimana disebutkan oleh Amien Rais bahwa Prabowo mirip Bung Karno?
Sementara pada kenyataannya, Prabowo bukan apa-apanya Bung Karno, bukan reinkarnasinya, bukan titisannya, bukan foto copy-nya, bukan pula anak biologis. Malahan ia terlahir dari keluarga lawan politik Bung Karno. Bahkan ayahnya yakni Soemitro Djojohadikusumo bersama keluarganya pernah menjalani pahit getir kehidupan dalam pengasingan lantaran menjadi lawan politik masa rezim Bung Karno.
Meski terlahir dan besar dari keluarga yang berseberangan paham politiknya dengan Bung Karno, sebagai anak bangsa Prabowo sangat mengagumi kebesaran sosok Bung Karno sebagai seorang proklamator dan pemersatu bangsa.
“Ayahanda saya, Soemitro Djojohadikusumo selalu mengatakan, meski ia berbeda pandangan dengan Bung Karno, Bung Karno itu pemimpin terbesar di Republik. Tanpa Bung Karno tidak bisa merdeka Republik ini," aku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, saat berbicara di Rakernas PDI-Perjuangan, 2009.
Pernyataan senada kembali diulang Prabowo saat bicara pada sarasehan “Bulan Bung Karno” di Megawati Institute (2012). Dalam pesannya kepada Prabowo, sang ayah menyebutkan Bung Karno selain pendiri bangsa juga sebagai takdir sejarah. Sebab, kalau tidak ada Bung Karno, mungkin sejarah Indonesia bisa lain. Betapa tidak, Indonesia merupakan negeri yang terdiri dari berbeda-beda suku, ras, agama. "Sangat sulit dalam sejarah peradaban manusia ada negara yang berhasil dengan seperti itu. Bung Karno-lah yang memersatukan bangsa di tengah 300 tahun dijajah bangsa lain," kata Prabowo.
Di sini, meski berbeda pandang dan menjadi lawan politik, sang ayah mengajarkan pada anak-anaknya akan arti; Jasmerah – jangan sekali-kali melupakan sejarah, mengutip kata-kata Bung Karno. Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Dan ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua untuk menghargai dan tidak melupakan apa yang namanya sejarah.

Masih Kena Cucu ‘Bung Karno’
Benarkah ‘Prabowo’ masih kena cucu ‘Bung Karno’? Ketemu dari mana, bapaknya saja Soemitro Djojohadikumo dulu lawan politik Bung Karno, dan di antara keduanya juga tidak punya silsilah hubungan keluarga, tahu-tahu dibilang ‘Prabowo’ masih kena cucu ‘Bung Karno’.
Memang tidak ada fakta biologis atau hasil dari tes DNA yang menyebutkan bahwa Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini masih kena cucu atau memiliki hubungan darah dengan sang proklamator Bung Karno.
Tapi setidaknya inilah pengakuan pendiri Partai Gerindra. Ketika berbicara di Rapimnas PDI-Perjuangan (2009) dan sarasehan “Bulan Bung Karno” di Institute Megawati (2012), sempat menyinggung bahwa hubungan dengan Bung Karno sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) bahkan menyebutkan masih kena cucunya.
Disebutkan, semalam sebelum Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Belanda dan dibuang dalam pengasingan. Bung Karno memberi mandat kepada Margono Djojohadikusumo yang tak lain adalah kakek Prabowo, untuk mendirikan Partai Indonesia Raya (Parindra), guna meneruskan perjuangan PNI. “Waktu Bung Karno kembali dari pengasingan, kakek saya mengembalikan mandat itu. Parindra bubar dan PNI bangkit kembali. Jadi kami merasa Gerindra cucunya PNI," kata pendiri partai Gerindra.
Tahun 2008, cucu dari pendiri Parinda tak mau kalah dengan kakeknya mendirikan pula partai politik untuk ikut berlaga di Pemilu 2009. Awalnya Prabowo mengajukan nama partainya seperti nama partai yang didirikan kakeknya, Parindra. Tapi nama itu ditolak, karena sebelumnya sudah pernah ada nama partai tersebut bentukan kakeknya atas mandat Bung Karno. Untuk tidak menghilangkan kata ‘Indonesia Raya’ yang menurutnya bahwa kata ini sangat keramat, lalu diberilah nama partainya; Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Memang kalau mau diurut dengan logika ilmu gathuk, dan digathuk-gathukan antara PNI, Parindra dan Gerindra masih ada hubungan, PNI kakeknya, Parindra bapaknya dan Gerindra cucunya. Itu yang dimaksud Parbowo bahwa Gerindra merupakan cucunya PNI, yang juga sama-sama memiliki dasar spirit perjuangan dan ideologis yang sama yaitu nasionalisme.
Dengan semangat jas merah – jangan sekali-kali melupakan sejarah, di sini Prabowo tidak bermaksud untuk membangkit-bangkitan romatisme masa lalu antara PNI, Parindra dan Gerindra. Tapi setidaknya dari perjalanan historis ini ia ingin menemukan dan meneguhkan kembali spirit nasionalisme para pendahulunya untuk meneruskan perjuangan membangun kembali kejayaan Indonesia Raya dibawah panji-panji Gerindra.

Penyambung Doktrin Trisakti – Bung Karno
Dalam sebuah kesempatan, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini sempat memberikan buku “Surat Untuk Sahabat”, kumpulan dari tulisan di akun facebook-nya,kepada saya. Saya pun melalap habis isi buku ini. Ternyata buku ini berisi mengenai visi, gagasan dan pikiran-pikiran tentang tentang Indonesia Raya. Dalam buku ini, Prabowo memaparkan gagasan visioner mengenai pentingnya kedaulatan bagi sebuah bangsa baik di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan. Alih-alih setelah baca buku ini, saya pun diingatkan oleh ajaran doktrin Trisakti-nya Bung Karno, tentang pentingnya kedaulatan di bidang politik, kemandirian di bidang ekonomi, dan ketahanan di bidang budaya yang harus dipunyai sebuah bangsa.
Jadi sebelum Jokowi bicara visi misi dan menggadang-gadang doktrin Trisakti – Bung Karno, capres dari Partai Gerindra ini jauh-jauh hari sudah ngomong tentang doktrin Trisakti – Bung Karno lewat tulisan-tulisan di akun facebooknya yang kemudian dirangkum dalam bunga rampai buku “Surat Untuk Sahabat”, terbit Oktober 2013.
Setidaknya dari sini kita bisa menangkap kebenaran bahwa bukan saja gaya tampilan pidato, wajah atau figurisasi Prabowo mirip Bung Karno sebagaimana dinyatakan Amien Rais, tapi capres yang diusung oleh partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Golkar ini juga merupakan penyambung ajaran doktrin Trisakti – Bung Karno.

* Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen” | tribunnews

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA