JAKARTA - Pekan terakhir bulan Mei 2014 banyak media Pro-Jo (pro Jokowi) melakukan counter issue soal Jokowi yang tidak shalat. Hal ini karena tak lebih dari 40 hari akan dilangsungkan Pemilu Presiden RI 2014.
Serta merta media dan forum milik 'aseng' dan pro-jo membeberkan foto-foto Jokowi sedang shalat berjamaah ketika blusukan ke berbagai tempat.
Mulai dari jadi Imam sholat maghrib sampai dengan yang terakhir mengimami sholat bareng dengan Slank. Tidak ada yang salah dengan sikap Jokowi itu,
sah-sah saja karena memang Jokowi mengharapkan suara umat Islam.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya tawar Jokowi di mata umat Islam Indonesia yang ragu pada keimanan dan keberpihakan Jokowi pada umat Islam.
Lihat saja puluhan foto Jokowi sedang shalat berseliweran di lini masa Facebook dan Twitter.
Ada juga yang foto shalat tak memenuhi kaidah syariat. Jamaah pria dan wanita berdempetan saat menjadi makmun Jokowi.
Namun bagi umat Islam Indonesia itu bukan saja hal yang sangat mendasar dalam ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, berdesakan shalat dengan jamaah wanita tentu telah menyalahi aturan syariat Islam yang telah sempurna.
Ada yang lebih penting bagi umat Islam Indonesia. Bukan sekedar foto 'narsis' foto sedang shalat jamaah, yaitu keberpihakan atau loyalitas alias 'wala' dan bara' yang biasa disebut berlepas diri pada kebijakan yang merugikan umat Islam.
Esensinya, buat apa Jokowi pamer foto sedang shalat, kalo ternyata kebijakannya PDI-P Anti Islam dan berkoalisi dengan 'asing' dan 'aseng'
Buat Apa Jokowi Pamer Foto Shalat, Kalo Kebijakan PDI-P Anti Islam?
Kasak kusuk tim sukses pada pemberitaan Jokowi yang tiba-tiba sekarang lebih sering menunjukkan pribadi yang alim dan pro-Islam perlu dimaknai tebar pesona 'kesucian nabi' Jokowi.
Juga yang menjadi luar biasa jika yang mengupload adalah jajaran staf di Gubernur Jakarta. Bahwa memang Jokowi ketika menjadi Gubernur Jakarta sering menjadi Imam kalau kalangan Staf dan yang lebih bombastis lagi kalau selama 1,5 tahun blusukan Jokowi pernah ada warga yg bilang bahwa jokowi juga suka blusukan ke masjid untuk mampir sholat menjadi imam di masjid yang dilaluinya.
Sejatinya itu juga tak mengubah esensi 'al wala dan bara' Jokowi dan PDI-P pada umat Islam. Karena bagi umat Islam adalah pentingnya keberpihakan dan kebijakan PDI-P yang seharusnya Pro-Islam. Yang terjadi justru membungkus 'pesona' keshalihan untuk kebijakan yang anti islam.
Jujur saja, PDI-P adalah rebranding dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di zaman Orde Baru yang sebenarnya merupakan fusi dari Partai Nasionalis dan Partai Kristen seperti Murba, PNI, IPKI, Partai Katholik dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Dalam perjalanannya, PDI-P memang menunjukkan jati diri mereka sebagai partai nasionalis tulen. Walaupun penduduk Indonesia lebih dari 80% beragama Islam mereka tetap tidak peduli dan seolah menafikan hal tersebut.
Kebijakan dan garis partai jauh untuk dibilang Islami. Mereka memang tidak bisa melupakan akar mereka yang Nasionalis-Kristen.
Namun ajaibnya, mereka mampu memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 1999 dan 2014 saat ini, padahal untuk tahun 2014 ini mayoritas caleg mereka adalah non muslim yang tentu tidak proporsional dan representatif kalau dilihat dari komposisi demografis Indonesia yang mayoritas muslim. Kemenangan ini tentu akan semakin meneguhkan komitmen mereka sebagai Partai Nasionalis Tulen. Tidak ada kepentingan mayoritas, yang ada hanyalah kepentingan nasional 'aseng'.
Kegelisahan ini sampai diungkapkan dengan keras oleh Wakil Sekjend MUI Pusat Tengku Zulkarnaen dengan menyatakan PDIP sebagai partai yang anti Islam.
Alasan beliau menyatakan hal tersebut, karena selama ini PDIP selalu menolak dan tidak setuju dengan UU yang berbau Islam. Seperti UU Pendidikan, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah, UU Pornografi dan terakhir UU Jaminan Produk Halal untuk produk makanan dan obat-obatan. Bahkan terakhir PDI-P siap pasang badan menolak pembubaran lokalisasi di Dolly.
Alasan beliau menyatakan hal tersebut, karena selama ini PDIP selalu menolak dan tidak setuju dengan UU yang berbau Islam. Seperti UU Pendidikan, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah, UU Pornografi dan terakhir UU Jaminan Produk Halal untuk produk makanan dan obat-obatan. Bahkan terakhir PDI-P siap pasang badan menolak pembubaran lokalisasi di Dolly.
Hari ini Sekretaris DPW PPP Jawa Tengah Suryanto SH juga menyatakan aspirasi konstituen PPP di Jawa Tengah yang tidak setuju PPP berkoalisi dengan PDI-P. Alasannya, senada dengan Wakil Ketua MUI diatas bahwa PDI-P selama ini kurang memperjuangkan aspirasi umat islam dan banyak mementahkan UU yang mengatur kemaslahatan umat.
Saat ini PDI-P semakin jauh dari Umat Islam dengan lolosnya dedengkot Syiah Indonesia Jalaluddin Rahmat menjadi anggota DPR RI. Sangat mudah ditebak kemana arah kebijakan PDIP tentang Syiah dan aliran Sepilis lainnya dengan lolosnya Kang Jalal ke DPR.
LEBIH LENGKAP : Inilah Dosa Megawati & Jokowi
Jadi, sebagai muslim apabila Jokowi pamer foto shalat sah-sah saja asalkan ikhlas dan semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah selama tidak dalam biat riya. Akan tapi harus dibuktikan dengan keberpihakannya kepada Islam, baik kebijakan partai maupin pribadi. Ini baru top.
Soal Dolly Wakil Wali dari PDI-P Kota Surabaya itu pun menyerang atasannya
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ia menyebut Risma arogan, karena menargetkan penutupan lokalisasi Dolly, tetap pada 19 Juni 2014.
Jika pemkot Surabaya tetap akan melakukan penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni 2014, maka besar kemungkian akan chaos (timbul kekacauan) karena secara tegas Wawalikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, menyatakan dirinya bersama kader akan siap berada di posisi warga sekitar Dolly yang terdampak.
Wakil Walikota Surabaya ini rupanya tidak main-main atas pernyataannya yang akan membela tempat pelacuran yang dikenal bernama Dolly, jika pemkot Surabaya benar-benar akan melakukan penutupan pada 19 Juni 2014, karena himbauan penundaan yang dilontarkannya merupakan keputusan partai.
“Soal Dolly adalah prinsip, karena menyangkut hajat orang banyak, maka sikap saya dan partai (PDIP) tegas agar pemkot Surabaya terlebih dahulu mengajak bicara warga kota Surabaya asli yang terdampak, karena PSK dan Mucikari disana seratus persen bukan warga kota Surabaya,” ucap Wisnu Sakti.
Ditanya apakah hal itu berarti seluruh kader PDIP kota Surabaya akan turut terjunkan untuk membantu warga sekitar Dolly, Wisnu mengaku bahwa melakukan pembelaan kepada masyarakat merupakan program partai yang multak harus dijalankan oleh kader. “Itu sudah jelas, karena merupakan program partai yang harus di laksanakan,” tegas Wisnu.
Wisnu juga menyatakan bahwa dirinya bersama kader partai akan siap berada dibarisan warga kota Surabaya sekitar lokalisasi gang Dolly yang terdampak, jika pemkot Surabaya memaksakan program penutupannya pada tanggal 19 Juni mendatang. “Ya kita lihat saja nanti, karena kami tidak akan tinggal diam, dan saya bersama kader PDIP akan berada disana bersama warga setempat,” tegasnya.
Wakil Wali Kota Surabaya itu pun menyerang atasannya, yakni Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ia menyebut Risma arogan, karena menargetkan penutupan lokalisasi Dolly, tetap pada 19 Juni 2014.
Jika pemkot Surabaya tetap akan melakukan penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni 2014, maka besar kemungkian akan chaos (timbul kekacauan) karena secara tegas Wawalikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, menyatakan dirinya bersama kader akan siap berada di posisi warga sekitar Dolly yang terdampak.
Wakil Walikota Surabaya ini rupanya tidak main-main atas pernyataannya yang akan membela tempat pelacuran yang dikenal bernama Dolly, jika pemkot Surabaya benar-benar akan melakukan penutupan pada 19 Juni 2014, karena himbauan penundaan yang dilontarkannya merupakan keputusan partai.
“Soal Dolly adalah prinsip, karena menyangkut hajat orang banyak, maka sikap saya dan partai (PDIP) tegas agar pemkot Surabaya terlebih dahulu mengajak bicara warga kota Surabaya asli yang terdampak, karena PSK dan Mucikari disana seratus persen bukan warga kota Surabaya,” ucap Wisnu Sakti.
Ditanya apakah hal itu berarti seluruh kader PDIP kota Surabaya akan turut terjunkan untuk membantu warga sekitar Dolly, Wisnu mengaku bahwa melakukan pembelaan kepada masyarakat merupakan program partai yang multak harus dijalankan oleh kader. “Itu sudah jelas, karena merupakan program partai yang harus di laksanakan,” tegas Wisnu.
Wisnu juga menyatakan bahwa dirinya bersama kader partai akan siap berada dibarisan warga kota Surabaya sekitar lokalisasi gang Dolly yang terdampak, jika pemkot Surabaya memaksakan program penutupannya pada tanggal 19 Juni mendatang. “Ya kita lihat saja nanti, karena kami tidak akan tinggal diam, dan saya bersama kader PDIP akan berada disana bersama warga setempat,” tegasnya.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/05/24/30555/wisnu-sang-pahlawan-dolly-pdip-ancam-kerahkan-massa-jika-tutup/#sthash.Iq3thQvU.dpuf
NKRI memang bukan negara agama, tapi memperhatikan aspirasi kaum mayoritas adalah keniscayaan.
Bahkan dedengkot syiah di luar negeri pun mengamini bahwa syiah akan aman dibawah perlindungan calon presiden Jokowi & PDI-P.
Gembong syiah Maulana Syed M Rizvi La'natulloh mengucapkan selamat ke pada PDI-P dan khususnya kepada Jawa Barat atas terpilihnya Jalaludin Rahmat sebagai caleg yang akan lolos ke DPR.
Rizvi kelahiran India dan kini bermukim di Toronto, Canada. Video khutbah aliran sesat syiah ini direkam pada Jumat, 9 Mei 2014 silam.
Syed Rizvi berpesan agar kaum syiah pilih capres Jokowi & JK. Menurutnya hal ini dilakukan agar syiah aman di Indonesia karena akan lebih baik dan Jokowi akan membela syiah. Jika Syiah tidak pilih Jokowi maka presiden akan jatuh ke kelompok 'wahabi'.
Isu keblinger 'wahabi' masih saja digulirkan oleh syiah sebagai isu yang laku dijual dan di desain sebagai momok yang menakutkan. Inilah kedustaan dan kesesatan syiah diantara ribuan kesesatan lainnya.
Syiah internasional begitu nampak keberpihakannya pada capres Jokowi - JK. Tak percaya?
Simak Videonya
Tahap demi tahap dari skenario imperialisme Syi'ah atas Indonesia nampaknya semakin maju. Ingat! target mereka bukan 4 atau 5 tahun ini, tapi 20 sampai 30 tahun mendatang.
Dan jika Syi'ah Rafidhah telah berkuasa, kita hanya menanti nasib menjadi Irak kedua, atau Suria berikutnya, atau Bahrain selanjutnya!
"Taqrib/pendekatan" Sunni-Syi'ah hanya slogan saat mereka lemah.
Setelah berkuasa, semboyannya berubah: "Sunni, Go To Hell!"
Namun sayang, masih banyak tokoh politik, tokoh organisasi masyarakat, dan tokoh-tokoh lainnya yang masih tertipu karena tak tahu, sebagian lainnya mengetahui, namun lebih mementingkan kesenangan duniawi yang fana.
Ketokohan seseorang dalam politik, akademik, organisasi masyarakat, ekonomi, militer, bahkan figur dalam organisasi agama Islam tertentu, bukanlah jaminan bahwa dia mengerti masalah akidah mendasar, tentang interval jauh antara akidah agama Islam dengan agama Syi'ah Rafidhah Imam 12.
Sadarlah wahai rakyat Indonesia, Jokowi didukung asing, aseng, syiah! Apakah umat Islam masih belum percaya?
[adivammar/voa-islam.com]