JAKARTA - Tepat saat terdengar suara adzan Subuh, ‘Allahu Akbar-Allahu Akbar’, penghitungan pemilihan Ketua MPR selesai. Dengan kemenangan paket B yang diusung Koalisi Merah Putih.
Paket B yang diusung Koalisi Merah Putih itu, terdiri Zulkifli Hasan dari PAN (Ketua), Mahyudin dari Golkar (Wakil Ketua), EE. Mangindaan dari Demokrat (Wakil Ketua), Hidayat Nurwahid dari PKS (Wakil Ketua), dan Osman Sapta dari DPD (Wakil Ketua). Paket B yang diusung Koalisi Merah Putih itu, mendapatkan dukungan suara 347.
Sementara itu, Osman Sapta (DPD) yang dicalonkan sebagai Ketua MPR itu, dan diusung oleh PDIP, PKB, Nasdem, Hanura dan PPP, gagal memenangkan dalam pemilihan Ketua MPR, dan mendapatkan dukungan suara 330. Ini merupakan kekalahan kelima dari Koalisi Indonesia Hebat menghadapi Koalisi Merah Putih.
Memang, sesudah kekalahan dalam memilih Ketua DPR, terjadi kegelisahan di internal Koalisi Indonesia Hebat. Kegilasahan yang nampak di kalangan internal tokoh-tokoh Koalisi Indonesia Hebat, kemudian mereka dengan tergesa-gesa menyelenggarakan pertemuan di rumah Ketua Umum PDIP Megawati, di Jalan Teuku Umar, hari Minggu lalu.
Mereka berusaha dengan sangat keras, menggagalkan Koalisi Merah Putih, menguasai MPR. Usaha-usaha yang dijalankan oleh Koalisi Indonesia Hebat dengan menggunakan cara yang sudah baku ‘memecah belah’ internal Koalisi Merah Putih, dan mengeksploitir perbedaan dan ‘iming-iming kursi kabinet’ terhadap internal Koalisi Merah Putih.
Inilah yang menyebabkan terjadi perpecahan di PPP, kemudian meninggalkan Koalisi Merah Putih, dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat.
Dengan hitungan matis-matis yang sangat teliti, kemudian menjadikan Osman Sapta sebagai ‘ikon’ gerakan melawan Koalisi Merah Putih, dan menjadi calon Ketua MPR, serta memasukkan unsur pimpinan PPP menjadi calon wakil ketua MPR. Koalisi Indonesia Hebat mengharapkan dapat mengalahkan Koallisi Merah Putih. Langkah politik Koalisi Indonesia Hebat menyebabkan PPP, tidak ‘istiqomah’, dan menyebal ke PDIP.
Pola ‘memecah belah’ dan ‘iming-iming’ kursi kabinet terus berlangsung sampai tadi malam. Di mana PDIP melakukan manuver (gerakan), mencari dukungan bukan hanya dari kalangan PPP, tapi juga DPD.
Memang, Osman Sapta yang menjadi calon tunggal DPD dalam pemilihan Ketua MPR, terbukti tidak semua anggota DPD mendukung Osman Sapta sebagai Ketua MPR.
Selain memecah belah anggota Koalisi Merah Putih, PDIP bermanuver dengan mengusung Osman Sapta. Siapa sejatinya Osman Sapta? Osman Sapta 'pengusaha' yang sangat kaya, dan dia kalah di pengadilan dengan kasus pembajakan HKTI melawan Prabowo.
Osman Sapta Odang sudah sejak pemilhan pilpres, memposisikan dirinya sebagai pendukung Jokowi, dan ikut berkampanye di berbagai daerah memenangkan Jokowi.
Prabowo Negarawan Sejati
Sekalipun Prabowo sudah dilecehkan dan dihancurkan oleh orang-orang yang menjadi pendukung Koalisi Indonesia Hebat, seperti terkait dengan kasus penculikan dan pelanggaran HAM, terus diungkit, dan dijadikan ‘black campaign’ (kampanye hitam) terhadap Prabowo.
Dalam dialog di MetroTV, yang menghadirkan Adian Napitupulu, terus diulang-ulang tentang penculikan dan pelanggaran HAM. Adian dan JK, juga mengungkit soal yang sangat pribadi Prabowo, yaitu masalah istri, dan pernikahannya dengan Titik Soeharto.
Sungguh Prabowo dinistakan dengan cara-cara yang sangat kotor, dan tidak dewasa, dan kekanak-kanakan. Mereka tidak ingin Prabowo menang secara ‘fair’ dalam pilpres Juli 2014.
Sekalipun, kemenangan Jokowi yang hanya mendapatkan dukungan suara 52 persen itu, tapi sudah membuat internal PDIP, sombong. Tidak arif. Justru Prabowo menghadapi serangan dan cara-cara kotor, tidak membalas cara-cara kotor para pendukung Koalisi Indonesia Hebat, yang mengusung Jokowi-JK.
Saat yang sangat sulit Prabowo tetap bisa bertindak dengan kepala dingin, dan menunjukan sikap kenegarawanannya yang sejati. Tidak semata-mata haus dengan kekuasaan. Tidak nampak sifat Prabowo yang seperti digambarkan oleh Jendral Hendropriyono yang menjadi pendukung Jokowi, di mana Prabowo disebutkan sebagai psychopat.
Prabowo menjujung tinggi etika politik, elegant, gentle (berjiwa ksatria) sekalipun menghadapi ‘ black campaign’ dari kubu Koalisi Indonesia Hebat yang menggunakan MetroTV, sebagai corong Koalilsi Indonesia Hebat yang sangat menyesatkan rakyat.
Prabowo dan Gerindra bisa bertindak elegan dan tidak aji mumpung terkait dengan kekuasaan. Buktinya, Prabowo memberikan ‘kursi’ Ketua MPR kepada PKS, dan mengakomodasi Osman Sapta Odang menjadi Wakil Ketua MPR.
Meskipun, PKS sendiri ingin memberikan kursi 'Ketua MPR' itu kepada PPP, tapi Prabowo menginginkan kursi Ketua MPR, diberikan kepada PKS, karena pertimbangannya internal PPP tidak solid.
Prabowo dan Gerindra tidak mengambil posisi Ketua MPR, dan mengikhlaskan ‘kursi’ yang menjadi jatah Gerindra kepada partai lainnya dalam Koalisi Merah Putih. Inilah sosok Prabowo yang sekarang menjadi salah satu pemimpin Koalisi Merah Putih.
Sementara itu, Koalisi Indonesia Hebat, tak henti-henti menyerang kelompok lainnya, dan dengan cara-cara yang sangat kotor dan tidak beretika. Membangun opini yang sangat buruk terhadap Koalisi Merah Putih. Digambarkan Koalisi Merah Putih sebagai anti rakyat, anti demokrasi, tiran, dan lebih jahat dibandingkan dengna rezim Soeharto.
Para pemimpin Koalisi Indonesia Hebat, mengalami pseudo ‘paranoid’ (ketakutan berlebihan), terutama terhadap Koalisi Merah Putih. Sampai menuduh Koalisi Merah Putih akan melengserkan Jokowi melalui MPR.
Gaya politik yang ‘childish’ (kekanak-kanakan) dari Koalisi Indonesia Hebat ini, dan terus menggunakan cara-cara kotor dengan menyerang secara membabi-buta terhadap Koalisi Merah Putih, sejatinya itu hanya akan menyebabkan Koalisi Indonesia Hebat menjadi bangkrut secara politik.
Apalagi, membuat gerakan penyesatan opini melalui MetroTV, seperti membuat acara dialog dengan tema, ‘Jokowi Melawan Tirani’. Siapa yang sekarang menjadi tiran? Koalisi Indonesia Hebat atau Koalisi Merah Putih?
Bagaimana sikap Mega dan PDIP, termasuk para pendukungnya, seperti media massa, media sosial, dan para ‘sukarelawan’ yang dengan sangat penuh kebencian dan kutukan, usai paripurna yang mengesahkan UU Pilkada, terutama terhadap SBY dan Demokrat.
Seandainya mereka bisa bersikap lebih arif, tentu konstalasi politik yang akan dihadapi PDIP lebih baik. Bagaimana PDIP akan mengelola negara, jika hanya bermodalkan dendam, kebencian, kesombongan, dan tanpa moral.
Sikap sombong, penuh kebencian, amarah, dan dendam yang terus dipupuk dan dipelihara itu, ujungnya hanya akan mengubur Mega, Jokowi dan PDIP ke liang kubur. Tidak ada yang dapat menolong Mega, Jokowi dan PDIP, kecuali hanya dengan cara mengubah cara-cara mereka berpolitik. Wallahu’alam.
(mashadi/voa-i)