Jakarta - PDIP bersuara keras terhadap pernyataan PKB yang menganggap Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi punya akhlak busuk.
PKB memberikan label Jokowi akhlak busuk karena tidak diberi jabatan untuk kantor transisi. Padahal PKB mengakui mempunyai jasa besar mengantarkan Jokowi jadi presiden terutama dalam menghadapi isu SARA seperti Jokowi kristen, Jokowi PKI.
PDIP pun langsung bersuara, PKB telah menyalahi kesepakatan awal dalam bergabung dengan koalisi Jokowi-JK yang tanpa syarat.
Melalui kadernya Pramono Anung mengungkap, PKB minta jatah 10 menteri di kabinet Jokowi-JK. [sumber: Kompasiana]
PDIP mengungkapkan PKB
meminta sepuluh kursi di kabinet Jokowi-JK
"Soal 10 jatah kursi
yang diajukan PKB, iya, itu urusan Pak Jokowi dengan PKB-lah. Ha ha ha,"
kata mantan Sekretaris Jenderal PDIP, Pramono Anung di komplek Parlemen,
Senayan Jakarta, Selasa (12/08/2014) dikutip Antara.
PKB satu dari empat partai
koalisi pengusung Jokowi-JK, terang-terangan tak sependapat dengan gagasan
presiden terpilih Jokowi soal menteri yang terpilih harus melepaskan diri dari
parpolnya masing-masing.
Tak hanya itu, PKB pun
terang-terangan meminta jatah tiga kursi menteri kepada Jokowi. Padahal,
seperti halnya NasDem, Hanura, dan PKPI, parpol yang dikomandani Muhaimin
Iskandar tersebut menyatakan setuju ketika Jokowi dan PDIP membentuk koalisi
tanpa syarat, sebelum pilpres digelar 9 Juli dan pasangan Jokowi-JK dinyatakan
sebagai presiden terpilih oleh KPU pada 22 Juli.
PKB menilai, pernyataan
Jokowi yang berkeinginan agar tidak ada rangkap jabatan dalam kabinetnya,
bertujuan agar anggota kabinetnya nanti fokus kerja. "Orang partai yang
terlibat dalam kabinet Jokowi nantinya adalah orang-orang yang bisa fokus dengan
kerja pemerintah, profesional dan bersih. Jangan lupa, banyak juga tokoh
profesional dan ahli terseret kasus korupsi," ujar Wasekjen PKB Faisol
Reza di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat.
Menurut Reza, soal rangkap
jabatan terpulang pada partai politik masing-masing. Di PKB, kader yang duduk
di pemerintahan bisa menjalankan fungsi sama baiknya dengan tugasnya di partai.
Sebaliknya, kader yang tidak duduk di pemerintahan dan tidak menjalankan
fungsinya dalam partai, maka akan diambil tindakan.
"Jadi tidak relevan mempertentangkan
antara (kader) partai politik dan kaum profesional. Partai politik harus
sanggup menyediakan kadernya yang profesional untuk menduduki jabatan di
kabinet nantinya," kata Reza.
sumber 1