"Ada kader PDIP yang korupsi tapi dibiarkan saja. Saya kecewa."
Mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih berlabuh ke kubu
calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Meski tak lagi
dilibatkan dalam kebijakan internal PDIP dan bahkan cenderung disingkirkan,
Rustriningsih yang kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu membuat
panik beberapa pengurus partai banteng itu.
Kepanikan para pengurus DPP PDIP itu tercermin dari lontaran
statemen yang mengecilkan ketokohan Rustriningsih. Bahkan Ketua Umum Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengingatkan, jangan
membawa nama PDIP dalam mendukung Prabowo.
Kepada VIVAnews, Rustriningsih membeber sejumlah fakta dan mengkritisi iklim
berpolitik yang dikembangkan di internal PDIP. Salah satunya seputar
hubungannya dengan Megawati dan penggunaan rumah pribadinya sebagai rumah
pemenangan bagi Prabowo-Hatta. Berikut kutipan wawancara eksklusif VIVAnewsdengan Rustriningsih, yang dilakukan Jumat 4 Juli 2014.
Berikut wawancaranya:
Dukungan kepada pasangan
Prabowo-Hatta terkesan tiba-tiba, apa alasannya?
Sebenarnya bukan tiba-tiba sih. Begini, dalam berpolitik, ada
hal-hal yang seharusnya dijaga agar politik itu tak dianggap kotor. Salah
satunya adalah kesantunan dan ketaatan pada aturan. Kalau partai, ya anggaran
dasar/ anggaran rumah tangga. Nah dalam hal ini, sejak tahun 1996 ketika saya
bergerilya membentuk pimpinan anak cabang dan dewan pimpinan cabang di beberapa
wilayah di Jawa Tengah, saya melihat Indonesia itu sangat luar biasa
potensinya. Bukan hanya dari luas wilayahnya, tapi juga ragam budayanya.
Saat menjabat sebagai wakil gubernur, memberi kesempatan untuk
melihat Indonesia lebih luas lagi. Saya berpikir tentang pengelolaan negara dan
potensinya ini. Kemudian setelah tak menjabat, kesempatan saya ternyata lebih
luas lagi, saya bikin gerakan sosial operasi sumbing bibir dan sumbing
langit-langit yang akhirnya mengantar saya sampai ke Morowali. Bayangkan, dari
Semarang saya harus ke Surabaya kemudian ke Makasar. Setelah itu harus menempuh
perjalanan darat 15 jam.
Wilayah Indonesia ternyata ada yang sangat terpencil. Dan
pengelolaan harus orang yang mumpuni. Dalam hal ini, saya sangat percaya
kemampuan tentara dalam menjaga kesatuan Indonesia. Setidaknya mereka tugas
sudah berpindah-pindah sehingga paham budaya satu dengan lainnya dengan segala
masalahnya dan solusinya yang berbasis kearifan lokal. Itulah latar
belakangnya.
Kapan Anda memutuskan bergabung ke
kubu Prabowo? Ada yang menyebut terkait dengan mahar tertentu?
Sejak di politik, hidup saya selalu dicurigai dan lekat dengan
fitnah. Tak ada itu mahar-mahar apa. Suami saya masih mampu menghidupi saya dan
tiga anak saya. Perlu saya sampaikan, saya jadi bupati hampir dua periode, jadi
wakil gubernur satu periode, namun aset saya tidak bertambah malah berkurang.
Gaji saya juga saya hanya lihat struknya saja, semua dikembalikan ke masyarakat
sebagai bantuan ini itu.
Bahkan kalau saya menginginkan sesuatu, misalnya HP saya rusak,
saya minta dibelikan suami saya, dan nyatanya kami baik-baik saja. Ada juga
yang fitnah, suami saya berpoligami dan banyak lagi. Terhadap mereka, saya
hanya diam-diam berdoa semoga diberi pencerahan dan hidup mereka bermanfaat.
Saya yakin yang meniupkan isu adanya mahar adalah politisi juga.
Dan bisa dipastikan politisi itu biasa mempraktikkan demikian sehingga
menganggap orang lain sama dengan dirinya.
Soal keputusan, itu usai saya berziarah ke makam ayah dan salat
istikarah beberapa hari sebelum 3 Juli, saat saya deklarasi. Saya seperti
mendapat arahan agar memilih yang terbaik sesuai bisikan hati.
Ada bisikan dari pihak luar?
Saya lanjutkan cerita saya. Banyak yang menganggap saya memiliki
modal di bidang politik, kenapa harus cengeng dan diam saja saat terus dianiaya
sistem. Sekecil apapun, saya harus berbuat karena dikejar waktu. Apa
batasannya? Adalah saat kita mati. Saya harus berbuat sebelum mati. Saya tidak
boleh egois dengan pengetahuan dan bekal saya.
Bagaimana dengan tudingan sakit hati
dengan PDIP?
Begini kalau dibilang sakit hati akibat efek Pemilihan Gubernur
Jateng 2013, secara manusiawi memang sempat merasa kecewa. Sebenarnya bukan
sakit hati, tapi kecewa. Partai yang saya sempat ikut membangun, menyiapkan
AD/ART dalam kongres Bali, ternyata dalam pengambilan keputusan sangat jauh
dari yang saya harapkan, sangat jauh dari yang namanya demokrasi. Pengambilan
keputusan hanya di segelintir elite, bahkan ketua umum juga mendapat bisikan
yang keliru, sehingga keputusannya juga keliru.
Tapi semua kekecewaan itu berhenti saat saya sadar bahwa sistem
itu yang saya hadapi, perilaku politik pengurus seperti itu yang saya hadapi.
Jadi realistis saja, kekecewaan jadi nggak bertahan lama.
Status Anda sendiri saat ini di PDIP
bagaimana?
Lebih baik kalau itu ditanyakan saja kepada DPP. Apapun DPP
memiliki kuasa dan wewenang yang bisa bertindak apapun kepada kadernya. Saya
yakin kader-kader PDIP yang baik, sangat banyak yang mendapat perlakuan seperti
saya. Namun mereka tak berani melawan.
Kalau status Soni, suami Anda?
Kalau Mas Soni jelas, beliau sudah dipecat dengan SK. Nomor : 393/KPTS/DPP/II/2014,
TGL. 27 Februari 2014 ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati
Soekarnoputri dan Sekjen Tjahjo Kumolo. Yang mengganjal, Mas Soni masih
dipanggil dan diminta melengkapi berkas untuk PAW, tapi ternyata diam-diam DPP
mengirim surat pemecatan ke KPU. Dalam berbagai kesempatan, Pak Ganjar yang
merupakan kader inti mengaku tidak tahu pemecatan itu. DPD PDIP jateng juga tak
diberi tembusan.
[Ganjar
dimaksud adalah Ganjar Pranowo, anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terpilih
jadi Gubernur Jawa Tengah. Seharusnya, Soni Noorjatno, suami Rustriningsih,
yang mendapatkan suara terbesar kedua setelah Ganjar di Pemilu 2009 yang
menggantikan posisi Ganjar di DPR.]
Kalau pemecatan dilakukan diam-diam sambil memberi harapan kosong,
bagi saya itu sudah perlakuan yang sangat merendahkan sekali. Seburuk apapun
Rustriningsih dan Soni Noorjatno, masih loyal dan ikut membantu bukan hanya
pikiran, tapi sampai materi juga untuk kebesaran partai. Kalau ada yang
membantah pemecatan ini, boleh cek di KPU Pusat kenapa pengganti antarwaktu Pak
Ganjar bukan Mas Soni, tapi orang lain yang perolehan suaranya di bawahnya?
Penyebab kekecewaan yang utama
masalah Mas Soni dipecat atau kesempatan Anda berkembang jadi tertutup?
Sudah saya sampaikan, dua hal itu hanya contoh. Banyak kader PDIP
yang kualitasnya bagus juga dipotong di tengah jalan karena pikirannya tidak
mau diajak main-main soal anggaran. Sementara ada kader yang jelas korupsi
seperti bendahara umum yang dibiarkan saja. Saya yakin mereka korupsi karena
sebagian disetor ke DPP atau oknum DPP. Hal itu yang mengecewakan. Bukan
masalah saya dihambat atau Mas Soni dipecat.
[Bendahara
Umum PDIP Olly Dondokambey tersangkut dalam kasus Proyek Hambalang yang
menjadikan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, sebagai
tersangka. Kasusnya bisa dibaca di sini.]
Persoalan ini pernah dibicarakan
dengan DPP?
Bagaimana mau membicarakan, saya tak pernah diberi ruang untuk
menyampaikan. Sejak saya mau maju dalam pemilihan ketua DPD Jateng, saya sudah
tak bisa ketemu Ibu Mega. Sebenarnya kalau saya potong kompas, bisa saja. Tapi
itu saya tidak menghormati struktur. Sehingga setiap akan menghadap, saya
melalui prosedur yang semestinya, termasuk melapor ke sekretariat. Tapi tak
pernah diterima.
Bahkan suatu waktu saya mendapat telepon diminta menghadap.
Telepon itu suara ibu sendiri. Begitu sampai di sana, saya disuruh menunggu
sampai sore dan ending-nya dibilang ibu tidak ada waktu menerima saya. Dari sini jelas,
ada oknum yang bermain-main. Karena saya dipanggil kok kemudian bilang tidak
ada waktu.
Apa tanggapan Ibu Mega?
Ya, tidak ada tanggapan. Wong tidak pernah tahu masalah yang sebenarnya.
Menurut Bu Mega, masalahnya sekarang
Anda sudah dianggap mbalelo, makanya minta jangan mengaku-aku kader
PDIP. Tanggapannya?
Kemarin tanggal empat, ada salah satu pejabat DPP menelepon saya
untuk klarifikasi dukungan. Dalam kesempatan itu saya pesan, tolong sampaikan
salam hormat saya untuk ibu. Kedua, sampaikan pesan saya agar Bu Mega hati-hati
menanggapi bisikan, khususnya tentang saya. Jika mendapat bisikan, lebih baik
ditanyakan langsung kepada saya. Karena rasa hormat saya, maka 24 jam saya siap
menjelaskan.
Semua sikap sudah saya tunjukkan. Sikap diam sudah saya lakukan,
tapi DPP juga tidak bertanya kenapa saya diam, bahkan sebaliknya mereka makin
menyepelekan saya. Sebelum deklarasi (dukung Prabowo), saya juga sudah menahan
diri tidak ngomong. DPP juga diam saja.
Karenanya saya tidak merasa mbalelo atau
berani kurang ajar dengan Bu Mega. Semua harus dilihat utuh. Kalau saya sudah
disepelekan, lebih baik pemikiran saya disumbangkan untuk negara, tak peduli
dari partai manapun. Kebetulan saja yang mau menghormati dan rendah hati, Pak
Prabowo.
Salah satu complain Bu
Mega adalah penggunaan tempat untuk pemenangan ternyata simbol milik PDIP.
Tanggapannya?
Ini adalah salah satu informasi yang keliru dibisikkan ke Bu Mega.
Saya tidak pernah dan tidak akan pernah menggunakan kantor DPC PDIP atau aset
partai untuk pos pemenangan. Yang digunakan adalah rumah pribadi saya. Rumah
itu saya beli tahun 2004 dengan utang ke bank BPD Jateng saat itu dua kali.
Bisa dicek ke Bank Jateng tentang hal ini.
Yang diresmikan Bu Mega tahun 2009 itu bukan rumah ini, tapi
kantor DPC PDIP. Simbol apa yang saya gunakan? Jadi itu salah satu bukti adanya
bisikan yang keliru kepada Bu Mega. Bu Mega harus hati-hati.
Setelah memutuskan mendukung Pak
Prabowo, apa yang kemudian dilakukan?
Sebagai pribadi jelas, saya memilih Pak Prabowo. Mencoblos gambar
Pak Prabowo. Kemudian dengan kapasitas saya sebagai orang yang ditokohkan, saya
akan memberi penjelasan kepada teman-teman yang selama ini mendukung saya.
Tanpa mereka, Rustriningsih bukan siapa-siapa.
Apalagi teman-teman sudah membuat database untuk mempererat persaudaraan by name by address.
Jumlahnya ada sekitar 7,5 juta. Tapi itu tak menjamin akan memilih Pak Prabowo
semua. Yang pasti saya tidak pernah menjanjikan apapun kepada Pak Prabowo,
sebagaimana beliau tak pernah menjanjikan apapun kepada saya.
Seberapa besar prosentase yang akan
diberikan dari Jawa Tengah khususnya Semarang dan Banyumas?
Saya bukan makelar suara. Saya juga bukan tipe orang yang mudah
berjanji. Saya tak menghitung secara prosentase, tapi sampai detik ini,
alhamdulillah, banyak telepon dan SMS yang masuk mendukung saya. Bukan hanya
dari Banyumas dan Semarang, namun dari luar Jawa juga banyak. (Rustriningsih
menunjukkan lebih lebih dari lima puluh ribu SMS yang masuk sehingga ponselnya
hang, dan SMS itu harus dibuka dengan komputer). Belum lagi mereka yang datang
langsung.
Kalau menang, apa sih yang
diharapkan?
Yang jelas, Indonesia itu sangat kaya dan luas. Jaga untuk anak
cucu kita, bentuk pemerintahan yang bersih. Saya ingin mendengar KPK, Polisi
dan Jaksa tak lagi bekerja karena tak ada yang korupsi. Saya ingin mendengar
pemerintah tak mengeluarkan surat miskin bagi rakyat, karena rakyatnya sudah
sejahtera. Jelas ini bukan pekerjaan mudah, tapi saya yakin Pak Prabowo mampu.
Pak Prabowo itu bagaimana sih
sosoknya?
Beliau orang yang cerdas. Beliau juga seorang nasionalis sejati.
Dengan latar belakang tentara, beliau pastilah sosok yang tegas.
Potensi-potensi itu jelas sangat dibutuhkan saat ini. Apalagi beliau sebenarnya
sangat ramah. Mudah-mudahan beliau mampu menjaga modal ini sehingga di manapun,
bisa mendatangkan manfaat bagi rakyat.
Kalau Pak Hatta Rajasa, seberapa
jauh Anda kenal?
Pak Hatta Rajasa itu selain pembawaannya tenang dan tak
meledak-ledak, juga sangat sopan dan sangat menghormati orang lain. Sikap
rendah hati yang sungguh-sungguh seperti ini, saya harapkan mampu menjembatani
kekakuan komunikasi pejabat-rakyat akibat aturan protokoler. Pak Hatta itu
rendah hati tanpa harus merendah-rendah melakukan apa yang biasa dilakukan
masyarakat. Misalnya, tidak ikut-ikutan berwajah memelas agar tercitra
merakyat. (adi)
© VIVA.co.id