Breaking News
Loading...
Senin, Juli 07, 2014

Info Post


"Ada kader PDIP yang korupsi tapi dibiarkan saja. Saya kecewa."


Mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih berlabuh ke kubu calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Meski tak lagi dilibatkan dalam kebijakan internal PDIP dan bahkan cenderung disingkirkan, Rustriningsih yang kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu membuat panik beberapa pengurus partai banteng itu.


Kepanikan para pengurus DPP PDIP itu tercermin dari lontaran statemen yang mengecilkan ketokohan Rustriningsih. Bahkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengingatkan, jangan membawa nama PDIP dalam mendukung Prabowo.

Kepada VIVAnews, Rustriningsih membeber sejumlah fakta dan mengkritisi iklim berpolitik yang dikembangkan di internal PDIP. Salah satunya seputar hubungannya dengan Megawati dan penggunaan rumah pribadinya sebagai rumah pemenangan bagi Prabowo-Hatta. Berikut kutipan wawancara eksklusif VIVAnewsdengan Rustriningsih, yang dilakukan Jumat 4 Juli 2014.

Berikut wawancaranya:

Dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta terkesan tiba-tiba, apa alasannya?

Sebenarnya bukan tiba-tiba sih. Begini, dalam berpolitik, ada hal-hal yang seharusnya dijaga agar politik itu tak dianggap kotor. Salah satunya adalah kesantunan dan ketaatan pada aturan. Kalau partai, ya anggaran dasar/ anggaran rumah tangga. Nah dalam hal ini, sejak tahun 1996 ketika saya bergerilya membentuk pimpinan anak cabang dan dewan pimpinan cabang di beberapa wilayah di Jawa Tengah, saya melihat Indonesia itu sangat luar biasa potensinya. Bukan hanya dari luas wilayahnya, tapi juga ragam budayanya.

Saat menjabat sebagai wakil gubernur, memberi kesempatan untuk melihat Indonesia lebih luas lagi. Saya berpikir tentang pengelolaan negara dan potensinya ini. Kemudian setelah tak menjabat, kesempatan saya ternyata lebih luas lagi, saya bikin gerakan sosial operasi sumbing bibir dan sumbing langit-langit yang akhirnya mengantar saya sampai ke Morowali. Bayangkan, dari Semarang saya harus ke Surabaya kemudian ke Makasar. Setelah itu harus menempuh perjalanan darat 15 jam.

Wilayah Indonesia ternyata ada yang sangat terpencil. Dan pengelolaan harus orang yang mumpuni. Dalam hal ini, saya sangat percaya kemampuan tentara dalam menjaga kesatuan Indonesia. Setidaknya mereka tugas sudah berpindah-pindah sehingga paham budaya satu dengan lainnya dengan segala masalahnya dan solusinya yang berbasis kearifan lokal. Itulah latar belakangnya.

Kapan Anda memutuskan bergabung ke kubu Prabowo? Ada yang menyebut terkait dengan mahar tertentu?

Sejak di politik, hidup saya selalu dicurigai dan lekat dengan fitnah. Tak ada itu mahar-mahar apa. Suami saya masih mampu menghidupi saya dan tiga anak saya. Perlu saya sampaikan, saya jadi bupati hampir dua periode, jadi wakil gubernur satu periode, namun aset saya tidak bertambah malah berkurang. Gaji saya juga saya hanya lihat struknya saja, semua dikembalikan ke masyarakat sebagai bantuan ini itu.
Bahkan kalau saya menginginkan sesuatu, misalnya HP saya rusak, saya minta dibelikan suami saya, dan nyatanya kami baik-baik saja. Ada juga yang fitnah, suami saya berpoligami dan banyak lagi. Terhadap mereka, saya hanya diam-diam berdoa semoga diberi pencerahan dan hidup mereka bermanfaat.

Saya yakin yang meniupkan isu adanya mahar adalah politisi juga. Dan bisa dipastikan politisi itu biasa mempraktikkan demikian sehingga menganggap orang lain sama dengan dirinya.

Soal keputusan, itu usai saya berziarah ke makam ayah dan salat istikarah beberapa hari sebelum 3 Juli, saat saya deklarasi. Saya seperti mendapat arahan agar memilih yang terbaik sesuai bisikan hati.

Ada bisikan dari pihak luar?

Saya lanjutkan cerita saya. Banyak yang menganggap saya memiliki modal di bidang politik, kenapa harus cengeng dan diam saja saat terus dianiaya sistem. Sekecil apapun, saya harus berbuat karena dikejar waktu. Apa batasannya? Adalah saat kita mati. Saya harus berbuat sebelum mati. Saya tidak boleh egois dengan pengetahuan dan bekal saya.

Bagaimana dengan tudingan sakit hati dengan PDIP?

Begini kalau dibilang sakit hati akibat efek Pemilihan Gubernur Jateng 2013, secara manusiawi memang sempat merasa kecewa. Sebenarnya bukan sakit hati, tapi kecewa. Partai yang saya sempat ikut membangun, menyiapkan AD/ART dalam kongres Bali, ternyata dalam pengambilan keputusan sangat jauh dari yang saya harapkan, sangat jauh dari yang namanya demokrasi. Pengambilan keputusan hanya di segelintir elite, bahkan ketua umum juga mendapat bisikan yang keliru, sehingga keputusannya juga keliru.

Tapi semua kekecewaan itu berhenti saat saya sadar bahwa sistem itu yang saya hadapi, perilaku politik pengurus seperti itu yang saya hadapi. Jadi realistis saja, kekecewaan jadi nggak bertahan lama.

Status Anda sendiri saat ini di PDIP bagaimana?

Lebih baik kalau itu ditanyakan saja kepada DPP. Apapun DPP memiliki kuasa dan wewenang yang bisa bertindak apapun kepada kadernya. Saya yakin kader-kader PDIP yang baik, sangat banyak yang mendapat perlakuan seperti saya. Namun mereka tak berani melawan.

Kalau status Soni, suami Anda?

Kalau Mas Soni jelas, beliau sudah dipecat dengan SK. Nomor : 393/KPTS/DPP/II/2014, TGL. 27 Februari 2014 ditandatangani oleh Ketua Umum  Megawati Soekarnoputri dan Sekjen  Tjahjo Kumolo. Yang mengganjal, Mas Soni masih dipanggil dan diminta melengkapi berkas untuk PAW, tapi ternyata diam-diam DPP mengirim surat pemecatan ke KPU. Dalam berbagai kesempatan, Pak Ganjar yang merupakan kader inti mengaku tidak tahu pemecatan itu. DPD PDIP jateng juga tak diberi tembusan.

[Ganjar dimaksud adalah Ganjar Pranowo, anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terpilih jadi Gubernur Jawa Tengah. Seharusnya, Soni Noorjatno, suami Rustriningsih, yang mendapatkan suara terbesar kedua setelah Ganjar di Pemilu 2009 yang menggantikan posisi Ganjar di DPR.]

Kalau pemecatan dilakukan diam-diam sambil memberi harapan kosong, bagi saya itu sudah perlakuan yang sangat merendahkan sekali. Seburuk apapun Rustriningsih dan Soni Noorjatno, masih loyal dan ikut membantu bukan hanya pikiran, tapi sampai materi juga untuk kebesaran partai. Kalau ada yang membantah pemecatan ini, boleh cek di KPU Pusat kenapa pengganti antarwaktu Pak Ganjar bukan Mas Soni, tapi orang lain yang perolehan suaranya di bawahnya?

Penyebab kekecewaan yang utama masalah Mas Soni dipecat atau kesempatan Anda berkembang jadi tertutup?

Sudah saya sampaikan, dua hal itu hanya contoh. Banyak kader PDIP yang kualitasnya bagus juga dipotong di tengah jalan karena pikirannya tidak mau diajak main-main soal anggaran. Sementara ada kader yang jelas korupsi seperti bendahara umum yang dibiarkan saja. Saya yakin mereka korupsi karena sebagian disetor ke DPP atau oknum DPP. Hal itu yang mengecewakan. Bukan masalah saya dihambat atau Mas Soni dipecat.

[Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey tersangkut dalam kasus Proyek Hambalang yang menjadikan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, sebagai tersangka. Kasusnya bisa dibaca di sini.]

Persoalan ini pernah dibicarakan dengan DPP?

Bagaimana mau membicarakan, saya tak pernah diberi ruang untuk menyampaikan. Sejak saya mau maju dalam pemilihan ketua DPD Jateng, saya sudah tak bisa ketemu Ibu Mega. Sebenarnya kalau saya potong kompas, bisa saja. Tapi itu saya tidak menghormati struktur. Sehingga setiap akan menghadap, saya melalui prosedur yang semestinya, termasuk melapor ke sekretariat. Tapi tak pernah diterima.

Bahkan suatu waktu saya mendapat telepon diminta menghadap. Telepon itu suara ibu sendiri. Begitu sampai di sana, saya disuruh menunggu sampai sore dan ending-nya dibilang ibu tidak ada waktu menerima saya. Dari sini jelas, ada oknum yang bermain-main. Karena saya dipanggil kok kemudian bilang tidak ada waktu.

Apa tanggapan Ibu Mega?

Ya, tidak ada tanggapan. Wong tidak pernah tahu masalah yang sebenarnya.

Menurut Bu Mega, masalahnya sekarang Anda sudah dianggap mbalelo, makanya minta jangan mengaku-aku kader PDIP. Tanggapannya?

Kemarin tanggal empat, ada salah satu pejabat DPP menelepon saya untuk klarifikasi dukungan. Dalam kesempatan itu saya pesan, tolong sampaikan salam hormat saya untuk ibu. Kedua, sampaikan pesan saya agar Bu Mega hati-hati menanggapi bisikan, khususnya tentang saya. Jika mendapat bisikan, lebih baik ditanyakan langsung kepada saya. Karena rasa hormat saya, maka 24 jam saya siap menjelaskan.

Semua sikap sudah saya tunjukkan. Sikap diam sudah saya lakukan, tapi DPP juga tidak bertanya kenapa saya diam, bahkan sebaliknya mereka makin menyepelekan saya. Sebelum deklarasi (dukung Prabowo), saya juga sudah menahan diri tidak ngomong. DPP juga diam saja.

Karenanya saya tidak merasa mbalelo atau berani kurang ajar dengan Bu Mega. Semua harus dilihat utuh. Kalau saya sudah disepelekan, lebih baik pemikiran saya disumbangkan untuk negara, tak peduli dari partai manapun. Kebetulan saja yang mau menghormati dan rendah hati, Pak Prabowo.

Salah satu complain Bu Mega adalah penggunaan tempat untuk pemenangan ternyata simbol milik PDIP. Tanggapannya?

Ini adalah salah satu informasi yang keliru dibisikkan ke Bu Mega. Saya tidak pernah dan tidak akan pernah menggunakan kantor DPC PDIP atau aset partai untuk pos pemenangan. Yang digunakan adalah rumah pribadi saya. Rumah itu saya beli tahun 2004 dengan utang ke bank BPD Jateng saat itu dua kali. Bisa dicek ke Bank Jateng tentang hal ini.

Yang diresmikan Bu Mega tahun 2009 itu bukan rumah ini, tapi kantor DPC PDIP. Simbol apa yang saya gunakan? Jadi itu salah satu bukti adanya bisikan yang keliru kepada Bu Mega. Bu Mega harus hati-hati.

Setelah memutuskan mendukung Pak Prabowo, apa yang kemudian dilakukan?

Sebagai pribadi jelas, saya memilih Pak Prabowo. Mencoblos gambar Pak Prabowo. Kemudian dengan kapasitas saya sebagai orang yang ditokohkan, saya akan memberi penjelasan kepada teman-teman yang selama ini mendukung saya. Tanpa mereka, Rustriningsih bukan siapa-siapa.

Apalagi teman-teman sudah membuat database untuk mempererat persaudaraan by name by address. Jumlahnya ada sekitar 7,5 juta. Tapi itu tak menjamin akan memilih Pak Prabowo semua. Yang pasti saya tidak pernah menjanjikan apapun kepada Pak Prabowo, sebagaimana beliau tak pernah menjanjikan apapun kepada saya.

Seberapa besar prosentase yang akan diberikan dari Jawa Tengah khususnya Semarang dan Banyumas?

Saya bukan makelar suara. Saya juga bukan tipe orang yang mudah berjanji. Saya tak menghitung secara prosentase, tapi sampai detik ini, alhamdulillah, banyak telepon dan SMS yang masuk mendukung saya. Bukan hanya dari Banyumas dan Semarang, namun dari luar Jawa juga banyak. (Rustriningsih menunjukkan lebih lebih dari lima puluh ribu SMS yang masuk sehingga ponselnya hang, dan SMS itu harus dibuka dengan komputer). Belum lagi mereka yang datang langsung.

Kalau menang, apa sih yang diharapkan?

Yang jelas, Indonesia itu sangat kaya dan luas. Jaga untuk anak cucu kita, bentuk pemerintahan yang bersih. Saya ingin mendengar KPK, Polisi dan Jaksa tak lagi bekerja karena tak ada yang korupsi. Saya ingin mendengar pemerintah tak mengeluarkan surat miskin bagi rakyat, karena rakyatnya sudah sejahtera. Jelas ini bukan pekerjaan mudah, tapi saya yakin Pak Prabowo mampu.

Pak Prabowo itu bagaimana sih sosoknya?

Beliau orang yang cerdas. Beliau juga seorang nasionalis sejati. Dengan latar belakang tentara, beliau pastilah sosok yang tegas. Potensi-potensi itu jelas sangat dibutuhkan saat ini. Apalagi beliau sebenarnya sangat ramah. Mudah-mudahan beliau mampu menjaga modal ini sehingga di manapun, bisa mendatangkan manfaat bagi rakyat.

Kalau Pak Hatta Rajasa, seberapa jauh Anda kenal?

Pak Hatta Rajasa itu selain pembawaannya tenang dan tak meledak-ledak, juga sangat sopan dan sangat menghormati orang lain. Sikap rendah hati yang sungguh-sungguh seperti ini, saya harapkan mampu menjembatani kekakuan komunikasi pejabat-rakyat akibat aturan protokoler. Pak Hatta itu rendah hati tanpa harus merendah-rendah melakukan apa yang biasa dilakukan masyarakat. Misalnya, tidak ikut-ikutan berwajah memelas agar tercitra merakyat. (adi)


© VIVA.co.id

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA