Breaking News
Loading...
Kamis, Juni 05, 2014

Info Post

Pemilu 2014 - Ketika membaca berita “Ini Kata Bunda Iffet Tentang Jokowi dan Prabowo” di Tribunnews (28/5), saya anggap apa yang .dipaparkan Bunda ‘Slank’ Iffet saat menerima kunjungan Jokowi ke markas grup musik Slank, di jalan Potlot – Jakarta (27/5), sangat tendensius, timpang, tidak berimbang, berat sebelah dan tidak objektif dalam mengomentari sosok Prabowo.

Dalam paparannya kepada wartawan, Bunda Iffet mengaku tahu betul sejarah Prabowo.“Kalau Prabowo kan belum ada jasanya untuk Indonesia. Karena Bunda tahu banget begitu dia sekolah AMN, keluar nggak lama jadi jenderal karena menantunya Pak Harto,” paparnya. Bunda Iffet juga mengungkit pemberhentian Prabowo dari militer (baca: Pangkostrad) yang dilakukan Jenderal Wiranto atas perintah Presiden BJ Habibie, cabut detik ini jenderal Prabowo, terkait merebaknya isu kudeta yang akan dilancarkan Prabowo. Pernyataan Bunda Iffet ini lebih pada opini ketimbang fakta.
Kalau memang Bunda Iffet mengaku tahu betul sejarah Prabowo, kenapa tidak dipaparkan dengan objektif sejarah Prabowo dan secara akuratif, tidak dipenggal-penggal dengan lebih cuma mengomentari sisi kejelekkannya, sementara baiknya tidak dipujikan.
Ketika Bunda Iffet mengaku tahu betul sejarah Prabowo, kenapa dalam paparannya tidak sedikitpun memuji dan beri acungan jempol kepada Prabowo sebagai anak yang cerdas dan pintar diterima di tiga universitas terkemuka di Amerika Serikat; George Whasington University, Colorado University, Rhodes University dan mengusai empat bahasa asing ini justru memilih jadi tentara masuk Akabri.
Sebagai orang yang mengaku tahu betul sejarah Prabowo, pastinya Bunda Iffet mengetahui bagaimana Kapten Prabowo yang saat itu berusia 26 tahun memimpin pasukan Den 28 Kopassus berhasil melumpuhkan Nicolau Lobato, pimpinan puncak gerombolan Fretilin dalam sebuah pertempuran di lembah Mindelo, Timor Timur, 31 Desember 1978.
Sebagai orang mengaku tahu betul sejarah Prabowo, pastinya Bunda Iffet juga mengetahi bagaimana saat itu Danjen Kopassus Brigjen Prabowo yang saat itu berusia 45 memimpin mengkomandoi pembebasan para peneliti Ekspedisi Lorentz di desa Mapanduma kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya, yang disandera oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pimpinan Kelly Kwalik dan Daniel Yudas Koyoga, tahun 1996. Dan atas prestasinya ini, nama Kopassus yang saat itu dipimpin Brigjen Prabowo tercatat sebagai pasukan elit terbaik nomor tiga di dunia, setelah pasukan elitnya Inggris dan Israel.
Sebagai orang mengaku tahu sejarah Prabowo, pastinya Bunda Ifet juga tahu bagaimana saat itu Danjen Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto memimpin mengkomandoi satuan pasukan Kopassus dalam menaklukkan pucak gunung tertinggi dunia dan menancapkan Sang Saka Merah Putih di Mount Everest, tahun 1997. Sekaligus menjadikan peristiwa ini yaitu Aris Asmujiono sebagai orang pertama asal Asia Tenggara yang berhasil mendaki dan menaklukkan puncak gunung tertinggi dunia Mount Everest.
Prabowo memang bukan seorang birokrat pemerintahan, ia adalah seorang tentara yang menghabiskan karir dan prestasi militernya di medan pertempuran dari seorang prajurit sampai menjadi komandan pasukan elit Kopassus. Saat menjadi komandan di pasukan elit ini sejumlah prestasi dan reputasi tingkat dunia pernah diukir oleh Prabowo. Tapi kenapa prestasi Prabowo yang ini kok tidak dipaparkan dan dipujikan. Kok justru dibilang belum ada jasanya untuk Indonesia.
Kita ini terkadang naif dan tidak fair. Kita dengan begitu mudahnya mengadili seseorang dengan mencari kejelekannya. Dicari kejelekannya untuk dicaci, dihujat dan dipersalahkan. Sebaliknya, baiknya, prestasi atau jasanya tidak dipujikan. Kalau perlu baiknya, prestasinya dan jasanya ditutup-tutupi tidak dipaparkan. Itu yang saya baca dari memaparan Bunda Iffet atas Prabowo.
Saya tidak tahu apakah ada udang di balik tepung yang tersembunyi di balik semua itu. Karena saat bicara pasangan Jokowi – Jusuf Kalla, penuh puja-puji dan sanjungan, sementara membandingkan Prabowo dengan yang jelek-jeleknya. Kesan muatan kepentingan politisnya sangat kentara, timpang, tidak berimbang dan berat sebelah, tidak objektif dan diwarnai subjektivitas.
Saya tidak tahu dan tidak ingin berprasangka apakah paparan tendensius Bunda Iffet yang mendukung pasangan Jokowi- Jusuf Kalla atas Prabowo ini sebagai bentuk kampanye hitam (black campaign) dan pemebunuhan karakter seseorang (character assasination) yang sengaja diarahkan kepada Prabowo? Semua itu terserah penilaian pembaca.
Dan saya menangkap kesan bahwa apa yang dipaparkan Bunda Iffet ini lebih pada opini subjetivitas Bunda Iffet, ketimbang opini yang merepresentasikan suara para personil Slank.
Tribunnews

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA