Breaking News
Loading...
Jumat, April 11, 2014

Info Post

JAKARTA -  Hampir sepanjang sejarah politik di Indonesia, umat Islam belum pernah memerintah, dan selalu berada di bawah kekuasaan penguasa sekuler alias 'la diniyah'.
Hanya sekali di tahun l955, Partai-Partai Islam pernah mencapai suara hampir 50 persen, di Konstituante (parlemen), dan berjuang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara. Gagal.

Karena, Konstituante dibubarkan oleh Soekarno, dan mengeluarkan dekrit kembali ke UUD '45. Dengan dipelopori oleh Partai Masyumi telah berlangsung momen sejarah penting, khususnya bagi umat Islam di Indonesia.


Sekarang kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Tapi, tidak boleh kita kehilangan optimisme, sekalipun terus menghadapi himpitan yang sangat berat.

Sekarang kekuatan politik sekuler, yang dimotori PDIP, yang mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden, benar-benar menjadi ancaman masa depan umat Islam. PDIP menang dan mayoritas di Parlemen. Sementara itu, Jokowi telah menjadi 'kendaraan' bagi kepentingan Cina, Kristen, dan Barat.

Di bawah ini diturunkan wawancara voa-islam.com dengan Sekjen MIUMI, Bachtiar Nasir. Semoga bermanfaat.

Tanya : Bagaimana komentar Ustadz Bahtiar Nasir terhadap hasil pemilu 2014 ini?

Jawab : Alhamdulillah Partai Islam suaranya cukup baik. Cuma Partai Islam sudah lama tidak berkumpul bersama-sama. Ormas Islam, minus Muhammadiyah dan NU, kembali melakukan pertemuan secara inten. Melalui Pak Din Syamsuddin, selaku Ketua MUI, mengumpulkan Ormas-Ormas Islam.

Dari ICMI hadir Priyo Bud Santoso, Yusuf Kalla dari Dewan Masjid, dan sejumlah tokoh lainnya. Kalau para pemimpin Islam bersatu dan memiliki kesamaan visi, maka ini akan menjadi awal yang baik.

MIUMI akan tetap memegang peran keulamaan, bukan peran sebagai politisi atau melakukan politik praktis. Kita akan segarkan lagi, tentang bahaya dan ancaman Jokowi kepada seluruh umat Islam.

Memang, ada hikmahnya, sekarang umat Islam merapat, karena adanya 'faktor' Jokowi. Prediksi sebelumnya, 2 dari 5 Partai Islam atau berbasis massa Islam akan mati, yaitu PBB dan PKS, dan yang terbukti PBB. Jumlah suara Partai Islam masih lumayan, yaitu mencapai 31,5 persen. PKS mengalami sedikit penurunan kurang-lebih 0,5-1 persen. Ini menunjukkan bahwa elektebilitas

Partai Islam masih menunjukkan adanya kepercayaan umat. Tapi, fenomena terhadap partai sekuler, masih sangat besar. Terurtama PDIP. Di mana PDIP ini sekarang menjadi 'gudangnya' Salibis dan Syi'ah. Justru rakyat tidak faham dan masih memilihnya.
Tanya : Ditengah isu negatif terhadap Partai Islam dan Ormasi Islam, apakah tidak berdampak negatif?

Jawab : Justru 'Jokowi Efect' memberikan dampak positif. Karena ada sentimen keagamaan yang bangkit dan dirasakan oleh tokoh atau petinggi Islam. Mereka menyadari kondisi ini. Pada hakekatnya naluri ke-Islaman mereka menjadi tersentak.

Ada tokoh Islam dari partai sekuler, mereka bertanya siapa dibelakang Jokowi? Ternyata dibelakang Jokowi, adalah para konglomerat Cina, missionaris Kristen, dan berita-berita itu sudah ada di jejaring sosial secara masif. Mereka yang tadinya sekuler pro-Jokowi, sesudah muncul sentimen agama, mereka kemudian berubah.

Tanya : Ustadz Menilai Jokowi Seperti Apa? Kelompok Mana Dibelakangnya?

Jawab : Saya awalnya kurang percaya. Tapi setelah saya mendapat informasi A1 yang sangat shahih, tentang adanya peran 'Taipan' Cina di belakang Jokowi, termasuk adanya missionaris, dan kelompok liberal.

Kemudian, saya menjadi yakin. Orang-orang yang tidak terlalu paham, dan terbuai oleh media. Sejatinya,  pendukung Jokowi termasuk kelompok 'think-thank' diantaranya CSIS, kelompok Utan Kayu, kelompok militer Nasrani garis keras, Luhut Panjaitan, ini menunjukkan orang-orang yang bermain dibelakang Jokowi, memang sangat serius. Jokowi memang  sebagai ancaman bagi umat Islam.

Termasuk kelompok Rotary Club dan Free Masonry. Di mana Jokowi menjadi anggota atau bagian dari kelompok Yahudi itu.

Tanya : Jadi Sangat Serius, Jokowi Menjadi Ancaman?

Jawab : Jokowi itu sejatinya menjadi 'kendaraan' orang-orang yang memiliki hawa nafsu terhadap kekuasaan dan ambsisi presiden. Mereka sudah tidak sabar. Memaksakan Jokowi 'For President'. Mereka berada di belakang Jokowi, dan menguasai 97 persen media. Mereka berharap bisa mengubah 'mainstreams' (arus utama) rakyat Indonesia.

Tetapi, itu tidak mudah, karena akan menghadapi berbagai kekuatan. Prabowo menghajar Jokowi dengan bahasa politik. MIUMI menghajar Jokowi dengan bahasa agama.

Saya siap menghadapi menghajar mereka, apabila ada yang melawan pernyataan saya tentang Jokowi. Karena mungkin dituduh 'rasis'. Mereka (Partai-Partai Islam) sebenarnya dengan adanya 'Faktor Jokowi' ini menjadi pilihan alternatif umat. Mereka, Jokowi Cs dan PDIP hanyalah menjual 'pepesan kosong'.

Faktanya banyak calon gubernur PDIP kalah. Hanya di Jawa Tengah, calon PDIP, Ganjar Pranowo menang.

Di Jawa Barat, calon PDIP kalah. Di Jawa Timur calon PDIP kalah. Di Bali Calon PDIP kalah. Di Sumatera calon PDIP kalah. Semua yang didukung Jokowi kalah dalam pemilihan gubernur, kecuali di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah menang, karena itu kampungnya Jokowi dan Ganjar. Jokowi itu terlalu bernafsu dan isti'jal (tergesa-gesa). Di Solo ditinggalkannya.

Kemudian pergi ke Jakarta mencalonkan gubernur, dan sesudah dipilih rakyat, menjadi gubernur, ditinggalkan, dan bersedia dicalonkan menjadi presiden oleh PDIIP.

Tanya : Bagaimana Kalkulasi Pasca Pemilu?

Jawab : Ada pernyataan Megawati dan Puan Maharani. Mereka mungkin akan ada perubahan strategi pencapresan. Sementara itu, pernyataan ARB, “Saya terlalu tua untuk menjadi wakil”, ungkapnya. Nampaknya, PDIP akan berkoalisi dengan partai yang seideologi yang ideal dari ketokohan.

Sedangkan PKB suara terbesar diantara partai tengah, karena faktor Oma Irama, ini berati PKB mempunyai calon sendiri. Pernyataan Muhaimin Iskandar memang memberikan isyarat koalisi harus mempunyai syarat kesamaan tokoh, ideologi dan historis.

Tanya : Harapan Koalisi PDIP dengan PKB atau NASDEM? PAN mungkin lebih dekat ke Prabowo. Karena Hatta sulit menjadi menjadi nomor 1.

Jawab : Mega sebenarnya tidak bahagia dengan pencapresan Jokowi. Sekarang Mega berbahagia, karena bila PDIP mengalami peningkatan suara secara signifikan, lebih 25 persen, karena faktor Jokowi, ototimatis PDIP akan terakuisisi. Banyak kader yang kontra Jokowi, sekarang mereka menjadi bahagia.

Pencapresan Jokowi karena adanya tekanan 'EKSTERNAL' yang sangat luar biasa kepada Megawati. Usai pertemuan di Singapura. Ada 'Tujuh' tokoh yang bertemu di Singapura mematangkan keputusan pencapresan Jokowi, diantaranya James Riyadi. Mereka menawarkan berbagai bantuan bagi kemenangan PDIP dan Jokowi.

Selain itu, ada kelemahan-kelemahan Mega yang menyebabkan Mega menjadi sandera politik, dan Mega menyerah akibat tekanan 'EKSTERNAL' itu.

Tanya : Apakah Mungkin Partai-Partai Islam Membentuk Blok Islam?

Jawab : Partai-Partai Islam harus dipaksa bersatu. Mengkondisikan umat, suka atau tidak suka harus bersatu. Kalau perlu 'kawin paksa'.

Tanya : Partai-Partai Warisan Orba Sudah Terbukti Gagal, Mungkinkah Partai-Partai Islam Menjadi Alternatif?

Jawab : Memang tidak mudah. Tapi kalau umat Islam bersatu dan ingin menjadi nomor 1, efeknya bisa seperti di Mesir. Bisa menjadi musuh bersama. Sebaiknya, untuk saat ini, dengan perolehan suara 31,5 persen, di mana Partai-Partai Islam belum bersatu, belum kokoh, dan jangan sampai dijadikan musuh bersama. Jadi sekarang umat Islam harus mencari keberkahan dengan bersatu, bekerja keras untuk rakyat, menjelang tahun 2019. (voa-islam)

_____

LIKE and SHARE

.......... BACA SELANJUTNYA