JAKARTA
- Hampir sepanjang sejarah politik di Indonesia, umat Islam belum pernah
memerintah, dan selalu berada di bawah kekuasaan penguasa sekuler alias 'la
diniyah'.
Hanya sekali
di tahun l955, Partai-Partai Islam pernah mencapai suara hampir 50 persen, di
Konstituante (parlemen), dan berjuang ingin menjadikan Islam sebagai dasar
negara. Gagal.
Karena,
Konstituante dibubarkan oleh Soekarno, dan mengeluarkan dekrit kembali ke UUD
'45. Dengan dipelopori oleh Partai Masyumi telah berlangsung momen sejarah
penting, khususnya bagi umat Islam di Indonesia.
Sekarang
kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Tapi, tidak boleh kita kehilangan
optimisme, sekalipun terus menghadapi himpitan yang sangat berat.
Sekarang
kekuatan politik sekuler, yang dimotori PDIP, yang mencalonkan Jokowi sebagai
calon presiden, benar-benar menjadi ancaman masa depan umat Islam. PDIP menang
dan mayoritas di Parlemen. Sementara itu, Jokowi telah menjadi 'kendaraan' bagi
kepentingan Cina, Kristen, dan Barat.
Di bawah ini diturunkan wawancara voa-islam.com dengan Sekjen
MIUMI, Bachtiar Nasir. Semoga bermanfaat.
Tanya :
Bagaimana komentar Ustadz Bahtiar Nasir terhadap hasil pemilu 2014 ini?
Jawab :
Alhamdulillah Partai Islam suaranya cukup baik. Cuma Partai Islam sudah lama
tidak berkumpul bersama-sama. Ormas Islam, minus Muhammadiyah dan NU, kembali
melakukan pertemuan secara inten. Melalui Pak Din Syamsuddin, selaku Ketua MUI,
mengumpulkan Ormas-Ormas Islam.
Dari ICMI
hadir Priyo Bud Santoso, Yusuf Kalla dari Dewan Masjid, dan sejumlah tokoh
lainnya. Kalau para pemimpin Islam bersatu dan memiliki kesamaan visi, maka ini
akan menjadi awal yang baik.
MIUMI akan
tetap memegang peran keulamaan, bukan peran sebagai politisi atau melakukan
politik praktis. Kita akan segarkan lagi, tentang bahaya dan ancaman Jokowi
kepada seluruh umat Islam.
Memang, ada
hikmahnya, sekarang umat Islam merapat, karena adanya 'faktor' Jokowi. Prediksi
sebelumnya, 2 dari 5 Partai Islam atau berbasis massa Islam akan mati, yaitu
PBB dan PKS, dan yang terbukti PBB. Jumlah suara Partai Islam masih lumayan,
yaitu mencapai 31,5 persen. PKS mengalami sedikit penurunan kurang-lebih 0,5-1
persen. Ini menunjukkan bahwa elektebilitas
Partai Islam
masih menunjukkan adanya kepercayaan umat. Tapi, fenomena terhadap partai
sekuler, masih sangat besar. Terurtama PDIP. Di mana PDIP ini sekarang menjadi
'gudangnya' Salibis dan Syi'ah. Justru rakyat tidak faham dan masih memilihnya.
Tanya :
Ditengah isu negatif terhadap Partai Islam dan Ormasi Islam, apakah tidak
berdampak negatif?
Jawab :
Justru 'Jokowi Efect' memberikan dampak positif. Karena ada sentimen keagamaan
yang bangkit dan dirasakan oleh tokoh atau petinggi Islam. Mereka menyadari
kondisi ini. Pada hakekatnya naluri ke-Islaman mereka menjadi tersentak.
Ada tokoh
Islam dari partai sekuler, mereka bertanya siapa dibelakang Jokowi? Ternyata
dibelakang Jokowi, adalah para konglomerat Cina, missionaris Kristen, dan
berita-berita itu sudah ada di jejaring sosial secara masif. Mereka yang
tadinya sekuler pro-Jokowi, sesudah muncul sentimen agama, mereka kemudian
berubah.
Tanya :
Ustadz Menilai Jokowi Seperti Apa? Kelompok Mana Dibelakangnya?
Jawab : Saya
awalnya kurang percaya. Tapi setelah saya mendapat informasi A1 yang sangat
shahih, tentang adanya peran 'Taipan' Cina di belakang Jokowi, termasuk adanya
missionaris, dan kelompok liberal.
Kemudian,
saya menjadi yakin. Orang-orang yang tidak terlalu paham, dan terbuai oleh
media. Sejatinya, pendukung Jokowi termasuk kelompok 'think-thank'
diantaranya CSIS, kelompok Utan Kayu, kelompok militer Nasrani garis keras,
Luhut Panjaitan, ini menunjukkan orang-orang yang bermain dibelakang Jokowi,
memang sangat serius. Jokowi memang sebagai ancaman bagi umat Islam.
Termasuk
kelompok Rotary Club dan Free Masonry. Di mana Jokowi menjadi anggota atau
bagian dari kelompok Yahudi itu.
Tanya : Jadi
Sangat Serius, Jokowi Menjadi Ancaman?
Jawab :
Jokowi itu sejatinya menjadi 'kendaraan' orang-orang yang memiliki hawa nafsu
terhadap kekuasaan dan ambsisi presiden. Mereka sudah tidak sabar. Memaksakan
Jokowi 'For President'. Mereka berada di belakang Jokowi, dan menguasai 97
persen media. Mereka berharap bisa mengubah 'mainstreams' (arus utama) rakyat
Indonesia.
Tetapi, itu
tidak mudah, karena akan menghadapi berbagai kekuatan. Prabowo menghajar Jokowi
dengan bahasa politik. MIUMI menghajar Jokowi dengan bahasa agama.
Saya siap
menghadapi menghajar mereka, apabila ada yang melawan pernyataan saya tentang
Jokowi. Karena mungkin dituduh 'rasis'. Mereka (Partai-Partai Islam) sebenarnya
dengan adanya 'Faktor Jokowi' ini menjadi pilihan alternatif umat. Mereka,
Jokowi Cs dan PDIP hanyalah menjual 'pepesan kosong'.
Faktanya
banyak calon gubernur PDIP kalah. Hanya di Jawa Tengah, calon PDIP, Ganjar
Pranowo menang.
Di Jawa
Barat, calon PDIP kalah. Di Jawa Timur calon PDIP kalah. Di Bali Calon PDIP
kalah. Di Sumatera calon PDIP kalah. Semua yang didukung Jokowi kalah dalam
pemilihan gubernur, kecuali di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah menang, karena itu
kampungnya Jokowi dan Ganjar. Jokowi itu terlalu bernafsu dan isti'jal
(tergesa-gesa). Di Solo ditinggalkannya.
Kemudian
pergi ke Jakarta mencalonkan gubernur, dan sesudah dipilih rakyat, menjadi
gubernur, ditinggalkan, dan bersedia dicalonkan menjadi presiden oleh PDIIP.
Tanya :
Bagaimana Kalkulasi Pasca Pemilu?
Jawab : Ada
pernyataan Megawati dan Puan Maharani. Mereka mungkin akan ada perubahan
strategi pencapresan. Sementara itu, pernyataan ARB, “Saya terlalu tua untuk
menjadi wakil”, ungkapnya. Nampaknya, PDIP akan berkoalisi dengan partai yang
seideologi yang ideal dari ketokohan.
Sedangkan
PKB suara terbesar diantara partai tengah, karena faktor Oma Irama, ini berati
PKB mempunyai calon sendiri. Pernyataan Muhaimin Iskandar memang memberikan
isyarat koalisi harus mempunyai syarat kesamaan tokoh, ideologi dan historis.
Tanya :
Harapan Koalisi PDIP dengan PKB atau NASDEM? PAN mungkin lebih dekat ke
Prabowo. Karena Hatta sulit menjadi menjadi nomor 1.
Jawab : Mega
sebenarnya tidak bahagia dengan pencapresan Jokowi. Sekarang Mega berbahagia,
karena bila PDIP mengalami peningkatan suara secara signifikan, lebih 25
persen, karena faktor Jokowi, ototimatis PDIP akan terakuisisi. Banyak kader
yang kontra Jokowi, sekarang mereka menjadi bahagia.
Pencapresan
Jokowi karena adanya tekanan 'EKSTERNAL' yang sangat luar biasa kepada
Megawati. Usai pertemuan di Singapura. Ada 'Tujuh' tokoh yang bertemu di
Singapura mematangkan keputusan pencapresan Jokowi, diantaranya James Riyadi.
Mereka menawarkan berbagai bantuan bagi kemenangan PDIP dan Jokowi.
Selain itu,
ada kelemahan-kelemahan Mega yang menyebabkan Mega menjadi sandera politik, dan
Mega menyerah akibat tekanan 'EKSTERNAL' itu.
Tanya :
Apakah Mungkin Partai-Partai Islam Membentuk Blok Islam?
Jawab :
Partai-Partai Islam harus dipaksa bersatu. Mengkondisikan umat, suka atau tidak
suka harus bersatu. Kalau perlu 'kawin paksa'.
Tanya :
Partai-Partai Warisan Orba Sudah Terbukti Gagal, Mungkinkah Partai-Partai Islam
Menjadi Alternatif?
Jawab :
Memang tidak mudah. Tapi kalau umat Islam bersatu dan ingin menjadi nomor 1,
efeknya bisa seperti di Mesir. Bisa menjadi musuh bersama. Sebaiknya, untuk
saat ini, dengan perolehan suara 31,5 persen, di mana Partai-Partai Islam belum
bersatu, belum kokoh, dan jangan sampai dijadikan musuh bersama. Jadi sekarang
umat Islam harus mencari keberkahan dengan bersatu, bekerja keras untuk rakyat,
menjelang tahun 2019. (voa-islam)