SEPENGGAL CERITA DUKA DARI GANGNAM. Malam
tadi setelah keluar dari masjid seusai selesai sholat Isyak di masjid
dekat dengan rumah, saya berjalan kaki seorang diri pergi ke sebuah
kedai makan untuk makan malam. Pengunjung di kedai makan yang saya tuju
itu agak ramai dan boleh dikatakan hampir kebanyakan meja di kedai
tersebut sudah penuh.
Saya memilih untuk duduk di salah sebuah
meja di bagian paling ujung seorang diri yang ketika itu tiada orang di
meja tersebut. Tak lama pelayan datang saya pun memesan makanan yang
saya mau. Selepas beberapa saat ketika pelayan tersebut pergi datanglah
pula seorang gadis muda berkulit cerah berjubah dan bertudung hitam gaya
wanita Arab ke meja saya seraya bertanya,
“Tuan, boleh saya duduk di sini..? anda lihat, tempat-tempat di meja lain semua sudah penuh..”
“Oh, ok.. tak mengapa. Silakan duduk..” jawab saya agak terkejut dengan sapaan gadis itu. Percakapan kami dalam bahasa Inggris.
Kemudian pelayan datang kepadanya dan dia
hanya memesan ‘fresh orange’ untuk minuman. Tak lama setalah pelayan
pergi saya memberanikan diri bertanya kepadanya dengan rasa aneh, “Kamu
seorang diri saja? Dan kamu kelihatan bukan orang Malaysia, bukan?”
Dia mengangkat wajahnya dari telepon
pintarnya ke arah saya lalu menjawab dengan tersenyum, “Oh saya dari
Korea Selatan, dan saya ingin ke rumah seorang kawan..”
“Oh Korea Selatan.. sekarang negara itu
sedang ‘famous’ dengan tarian Gangnam Style..” jawab saya spontan saja
sambil tersenyum dan menganguk-angguk sendirian tatkala mata gadis itu
kembali ke telepon pintarnya sambil menggerak-gerakkan jarinya di atas
layar sentuh dan kadang dia juga tersenyum sendiri melayani perakapan
dari telefon pintarnya.
“Gangnam Style..? Apa yang kamu tahu
tentangnya..? ia tarian yang dilaknat Tuhan. Saya menganggapnya di
ilhamkan oleh Iblis kepada artis itu.” jawabnya dengan nada yang tegas
dan berani.
“Oh ok ok, minta maaf.. saya tak bermaksud menyinggung perasaan kamu..” jawab saya serta-merta.
Percakapan terhenti beberapa saat.
Selepas kira-kira 15-20 menit pelayan kembali datang dengan membawa
pesanan saya dan minuman gadis itu.
“Kamu mau tahu apa yang saya tahu tentang Gangnam?” tanya gadis kembali itu kepada saya.
“Jika kamu berminat untuk bercerita kepada saya, saya akan
mendengarnya…” jawab saya dengan tenang sambil mula menghirup jus
tembikai susu yang saya pesan.
“Ok sebentar beberapa menit, setelah saya
membalas mesej-mesej ini..” jawabnya sambil jari-jemarinya ligat
bermain di dada skrin telepon pintarnya.
Saya hanya mengangguk-angguk sambil mengangkat kening dan kembali menyuap makanan dengan sendok ke dalam mulut walaupun saya sedar bahwa memakan dengan menggunakan tangan itu lebih menepati Sunnah Rasulullah SAW.
“Baik, sekarang saya akan bercerita tentangnya.. ia sesuatu yang menarik tetapi aneh dan menakutkan.” kata gadis itu kembali.
“Ok, seakan-akan ada satu perkara besar yang kamu ingin sampaikan kepada saya.” jawab saya kembali sambil mulut mengunyah nasi.
Kemudian dia diam kira-kira beberapa saat, mengambil nafas lalu memulai ceritanya kepada saya,
“Di Gangnam ada satu pertandingan aneh yang diadakan untuk
gadis-gadis muda untuk menjadi perempuan-perempuan simpanan bagi
orang-orang kaya dan para jutawan. Kebanyakan gadis muda yang menyertai
pertandingan tersebut adalah mereka yang ingin mencoba nasib setelah
gagal mendapat tempat dalam pekerjaan atau terlalu teruja untuk
menikmati hidup mewah bersama orang-orang kaya… mereka dijanjikan dengan
hadiah yang sangat lumayan, kereta mewah, jet peribadi dan rumah besar
seperti istana dengan kolam renang jika memenangi pertandingan
tersebut.”
Kemudian dia diam lagi… kali ini dia pula meminum minuman ‘fresh orange’.. dia diam dengan agak lama tanpa berkata apa-apa.
“Ok, kemudian..?” tukas saya lagi ingin tahu.
“Oh, ia sesuatu yang amat dahsyat dan
keji dan saya hampir tidak mau menceritakannya kepada kamu. Tapi saya
akan coba ceritakannya juga agar kamu dapat tahu apa kisah benar yang
berlaku..” sambungnya lagi.
“Iya, sila sambung lagi… saya memang ingin tahu tentangnya.” balas saya lagi.
“Ok… Pertandingan itu, untuk sampai ke tempat pertandingan tersebut, para peserta yang terdiri dari perempuan-perempuan muda yang cantik masing-masing dikehendaki menunggung seekor kuda kira-kira 500 meter dari tempat para peserta berkumpul ke tempat pertandingan yang merupakan sebuah istana besar dan mewah milik seorang jutawan di Gangnam. Kamu bayangkan, mereka semuanya menunggang kuda dengan memakai sepatu hak tinggi, baju jarang dan skirt singkat (pakaian bagian dada terbuka) yang seksi sambil diiringi pihak pengawal pertandingan dengan helikopter..”
“Setelah sampai di sana mereka disambut
oleh pihak pengawal di istana itu dan dibagikan kepada dua kumpulan.
Setiap kumpulan akan melalui dua laluan yang berbeda. Pertandingannya
ialah laluan berhalangan untuk sampai ke destinasi yang terakhir. Ia
seperti pertandingan dalam rancangan ‘Wipe Out’ di dalam TV jika kamu
pernah melihatnya. Setelah sampai di destinasi terakhir pula, para
peserta yang berjaya dari dua kumpulan itu akan bertarung pula sesama
sendiri. Jika pihak lawan tewas maka peserta yang masih bertahan akan
dianggap sebagai pemenang dan mendapat uang bernilai jutaan USD. Laluan
berhalangan itu sangat berbahaya, namun para peserta hanya melakukannya
dengan memakai sepatu hak tinggi dan pakaian seksi mereka sambil
disaksikan dan disorak oleh para jutawan yang melihat aksi-aksi mereka
tersebut dari sebuah ruang balkoni bilik mewah di istana tersebut. Saya
tidak pasti itu dirakam atau tidak.”
Terus-terang, ini adalah pertandingan bunuh diri yang paling gila…”
“Ok, kemudian.. apa yang terjadi?” tanya saya mencelah dengan rasa ingin tau.
“Satu ketika di salah satu trek, para
peserta dikehendaki memanjat palang-palang besi untuk melintasi salah
sebuah menara di istana tersebut, palang tersebut sangat tinggi dan di
bawahnya ada kolam renang. Di satu sudut yang lain, para jutawan pula
menyaksikan aksi-aksi peserta dari dalam sebuah bilik mewah sambil
menikmati hidangan dan minuman arak yang mahal bersama gadis-gadis
mereka.”
“Banyak perserta ketika itu yang terjatuh
ke bawah ketika coba memanjat palang-palang besi tersebut. Ada yang
terhempas ke lantai dan kepalanya pecah. Ada yang patah tangan dan kaki.
Ada yang pecah badannya. Kolam renang tersebut penuh dengan darah dan
ada yang mati lemas ketika jatuh ke dalamnya setelah gagal untuk
berenang keluar dari kolam renang yang dalam tersebut. Mereka semua para
gadis yang tidak berupaya dan mereka sangat kasihan.”
“Yang lebih keji dari itu, mereka yang
celaka ketika itu tidak dibantu.. malah dibiarkan saja untuk disorak dan
ditertawakan oleh para jutawan yang melihat mereka sepanjang
pertandingan. Akhirnya apa yang saya tahu, hanya dua orang gadis saja
yang berjaya melalui laluan itu dari keseluruhan 30 orang gadis yang
menyertainya… saya dikabarkan walaupun dua gadis itu akhirnya berjaya,
mereka kini hidup dengan trauma dan penuh ketakutan di sisi para jutawan
gila tersebut. Mereka kini hidup seperti hamba di dalam istana zaman
purba. Tiada tamadun (beradab) dan tiada akhlak… hanya menjadi hamba
suruhan lelaki-lelaki kaya yang merantai hidup mereka saja. Lebih malang
lagi gadis-gadis yang sudah terjerumus ke sana tidak boleh lari dari
golongan kaya gila itu. Jika coba untuk lari kemungkinan mereka akan
dibunuh.”
Sampai di sini tiba-tiba gadis itu
terisak… wajahnya berubah dan air matanya serta-merta mengalir laju dan
menangis teresak-esak.
Saya sudah tentu sangat terkejut dengan perubahannya secara tiba-tiba itu, dan coba memujuknya,
“Hey, please don’t cry here… people will
look to us. Please calm down. I’m sorry so much to make you telling me
this story…” kata saya kepadanya perlahan dengan suara berbisik.
Namun saya membiarkannya dengan keadaannya itu untuk beberapa saat.
Kemudian saya berkata kepadanya, “Saya tak tahu apa sebenarnya yang
membuat kamu menangis, tapi saya minta maaf banyak-banyak kerana
disebabkan saya kamu menangis. Sebenarnya saya sangat terkejut mendengar
cerita kamu. Ini sesuatu yang sangat dahsyat yang belum pernah saya
mendengarnya sebelum ini..”
Ia ok… ia ok… ia ok… (sambil mengesat air
matanya dengan sapu tangan miliknya)… maafkan saya kerana tiba-tiba
bersikap aneh tadi. Kamu tahu, salah seorang gadis yang mati kerana
pecah badannya ketika jatuh di pinggir lantai kolam renang itu ialah
adik perempuan saya sendiri… Ibu saya bunuh diri kerananya dan bapa saya
menjadi gila. Setelah ibu saya bunuh diri bapa saya sakit selama
berbulan-bulan lalu akhirnya meninggal dunia.”
Pada waktu ini dia kembali diam beberapa
menit… saya pula tergumam dan tidak terkata apa-apa… setelah itu dia
menarik nafasnya dalam-dalam lalu menyambung kembali kisahnya,
“Ibu-bapa saya hanya memiliki dua orang anak perempuan dan adik saya sudah menjadi mangsa nafsu gila orang-orang kaya Korea.”
“Sejurus selepas tamat pertandingan
tersebut, saya dihubungi seorang wanita yang memberitahu bahwa adik saya
telah pengsan dan cedera parah kerana kemalangan dan saya diharuskan ke
hospital untuk melihatnya. Wanita itu menyatakan dia mendapat nomor
telepon saya dari adik saya. Setelah saya dan ibu-bapa saya tiba ke
hospital, kami dikabarkan adik saya telah meninggal dunia. Saya memarahi
wanita tersebut dan mendesaknya bertubi-tubi untuk menceritakan kisah
sebenar kepada saya… dan akhirnya selepas beberapa hari dia menceritakan
keseluruhan kisah ini kepada saya. Setelah tahu kisah sebenarnya, kami
sekeluarga menangis macam orang gila kerana tidak pernah menyangka adik
saya sanggup mengikuti pertandingan gila tersebut hanya untuk hidup
mewah sebagai gadis simpanan orang-orang kaya. Namun wanita itu berkata
ia adalah pilihan adik saya sendiri.”
“Beberapa minggu kemudian ibu saya bunuh
diri satu malam dengan menelan aspirin sebanyak 200 biji. Keesokan
harinya ibu saya koma dan setelah saya dan bapa menghantarnya ke
hospital, pada malam harinya dia meninggal dunia. Bapa saya pula selepas
itu sakit jiwa sebelum mengalami sakit tenat (sangat lelah) yang
membawanya meninggal dunia. Saya pula hidup tidak menentu dan mujurlah
masih mempunyai seorang sahabat wanita beragama Islam yang terus
berjuang agar saya dapat meneruskan kehidupan dengan tabah.
Berulang-ulang kali dia mengingatkan kepada saya bahwa kehidupan ini
adalah anugerah Tuhan dan orang yang beriman tidak akan berputus asa.”
“Dan kerana itu saya melihat kamu kini sebagai seorang Muslimah..?” saya mencelah ceritanya.
“Alhamdulillah, terima kasih kepada
Tuhan. Sahabat saya itu telah membawa saya berjumpa dengan seorang imam
di kota Seoul untuk memulihkan semangat hidup saya. Imam itu mula
bercerita kepada saya tentang Allah, Islam dan Nabi Muhammad. Saya
menerima segala ajarannya dengan lapang hati seakan-akan ia satu-satunya
pilihan yang ada. Benar, Islam adalah satu cahaya yang sangat terang
seperti matahari dan mendamaikan seperti bulan purnama yang kembali
menyuluh seluruh hidup saya dan saya terus berubah kepada agama ini
tanpa ragu-ragu. Dan kamu tahu tak, jiwa saya berasa sangat-sangat
tenang dan damai ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran yang berkumandang
di ibu pejabat markaz Islam di kota Seoul. Imam itu salah seorang ahli
pengurusnya. Saya tidak pernah mendengar musik-musik yang sangat indah
seperti ayat-ayat Al-Quran sebelum ini dalam hidup saya.”
Kini suara gadis itu kembali gagah seraya
berkata, “Alhamdulillah, saya bersyukur kerana diselamatkan Tuhan dan
kembali dihidupkan semula sebagai seorang Islam setelah saya kehilangan
segala-galanya akibat kekeringan jiwa masyarakat dunia terutama
masyarakat Korea yang hidup sesat tanpa agama. Mereka semua telah sesat
tanpa panduan hidup yang benar daripada Tuhan.”
Setelah itu dia diam dan meminum minumannya…
“Kisah kamu amat menarik tetapi
menakutkan. Adakah kamu sudah mengambil tindakan undang-undang bagi
pihak adik kamu, atau melaporkannya kepada media atau berbuat sesuatu?”
ujar saya kembali kepadanya.
“Lupakan sajalah, saya sudah
melaporkannya kepada pihak polisi, sudah menceritakannya kepada beberapa
orang wartawan dan melaporkannya secara bersumpah kepada beberapa orang
peguam (pengacara; advokat). Pihak polisi enggan melakukan pendakwaan
kerana tiada bukti-bukti yang kukuh mengenainya. Tiada video dan tiada
saksi-saksi lain yang mau tampil kepada pihak berkuasa selain saya.
Mungkin ada namun ia tidak memadai.
Wanita yang membawa adik saya ke hospital
itu juga sudah menghilangkan diri. Saya coba menghubungi nomor telefon
selulernya berali-kali namun dia tidak dapat dihubungi. Kali terakhir
saya mendengar tentangnya melalui seorang peguam (pengacara; advokat)
yang mendapat kabarnya dari seorang detektif polisi ialah dia sudah
meninggal dunia akibat kecelakaan. Para peguam lain dan wartawan yang
saya ceritakan kisah ini kepada mereka kesemuanya telah diancam untuk
tidak membukanya kepada umum. Mungkin begitu juga yang terjadi kepada
korban-korban yang lain. Laporan polisi di sana pula menyatakan
gadis-gadis yang meninggal dunia akibat cedera parah itu adalah kerana
rabung palang-palang besi di istana itu roboh ke bawah ketika mereka
semua sedang berada di atasnya kerana ketika pihak polisi sampai di sana
palang-palang besi itu sudah dirobohkan.
Manakala korban-korban yang masih hidup setelah kecelakaan masih mengalami trauma yang dahsyat dan ada yang cacat seumur hidup walaupun mereka mendapat bayaran ganti rugi insurans yang banyak. Apa yang saya tahu mereka semuanya diancam akan dibunuh jika membuka peristiwa sebenarnya kepada pihak polisi. Yang pasti di sana wujud monster-monster besar yang menutupi kes ini termasuk menteri-menteri kerajaan… ini berkaitan dengan uang dan kuasa. Dan sudah tentu kamu tahu apa yang uang dan kuasa boleh buat pada kita.” jawabnya lagi dengan panjang lebar yang sarat dengan hujah.
“Oh, ok… ianya sesuatu yang gila pernah
saya dengar. Jadi sekarang berapa umur kamu dan mengapa kamu berada di
Malaysia? Dan… apa yang kamu sedang buat di Malaysia sekarang? Dan lagi…
bilakah peristiwa sedih itu terjadi?” tanya saya bertubi-tubi kepadanya
dengan rasa ingin lebih tahu.
“Kamu tebak saya berumur berapa…?”
“Saya tidak mau menebak dan saya tidak tahu berapa umur kamu.”
“Kisah sedih itu hanya berlaku pada tahun
lepas, dan saya tidak mau sebut apa bulan dan harinya. Cukuplah kamu
tahu ini terjadi pada tahun lepas. Kini saya berumur 29 tahun dan saya
berada di Malaysia kerana ingin coba mendaftar kursus bahasa Arab di
******* University dengan sahabat wanita Muslimah saya dari Korea itu.
Tadi saya bertemu-janji dengannya untuk bertemu di sini. Kami rakan
serumah dan dia tadi menziarahi rakan kami orang Malaysia di kawasan
ini. Saya sampai ke sini lewat sedikit dengan taksi.” jawabnya
berterus-terang dengan nada jujur.
“Oh, kamu sungguh berani. Di Malaysia
tidak banyak wanita yang berani naik taksi seorang diri pada waktu
malam. Terima kasih kerana menceritakan kisah ini kepada saya.. saya
amat menghargainya dan mudah-mudahan suatu hari Allah akan membalas
dendam untuk kamu dan korban-korban lain yang telah teraniaya…” kata
saya lagi kepadanya sambil mengangguk-angguk.
“Sudah tentu…! Suatu hari nanti semua
orang dan dunia akan tahu mengenai kejahatan tersembunyi di Bandar
(kota) Gangnam yang dilaknat itu!” tukasnya dengan nada yang keras.
“Kamu ingat artis yang membuat lagu
Gangnam gila itu menyukai cara hidup bandar Gangnam..? Saya rasa dia
amat sinis tentangnya dan dia pernah berasa tertekan dengan cara hidup
di sana.. namun kini dia sudah menjadi bagian daripada mereka. Semoga
Tuhan melaknat mereka semua. Saya menyerahkan kepada Tuhan untuk
membalas segala kejahatan mereka.”
“Whoa… kamu nampaknya sangat marah dengan Gangnam…” balas saya sambil
mengangkat kedua-dua kening dan menyedot jus tembikai susu yang masih
berbaki menggunakan straw.
“Oh, jangan kamu berpura-pura seperti tiada perasaan dan tidak mempunyai perikemanusiaan..” balasnya pantas kepada saya.
“Tidak, tidak… saya benar-benar terkejut
dan simpati dengan kisah kamu. Bahkan dibalik itu, saya dapat melihat
kamu seorang yang tabah, kuat dan berani.” balas saya kembali untuk
menenangkannya.
“Oh ya, adakah kamu datang ke sini dengan
biaya sendiri? Bagaimana dengan suami kamu dan kerja kamu di Korea?”
tanya saya kepadanya dengan meneka-neka.
“Hahaha, saya masih belum bersuami dan
saya telah menjual segala apa yang saya ada di Korea untuk datang ke
sini. Saya mau belajar bahasa Arab di sini dan merancang mau ke Mesir
atau ke Islamic Center di Chicago selepas ini untuk belajar lebih banyak
tentang Islam di sana. Kamu juga tahu, Timur Tengah kini tidak stabil
dan saya masih ragu-ragu untuk ke Timur Tengah. Imam yang mengislamkan
saya itu pernah memberitahu saya bahwa dahulunya dia belajar bahasa Arab
dan agama Islam di Syria di sebuah universiti yang namanya An-Nur.”
jawabnya dengan reaksi yang kembali ceria sambil tersenyum.
“Oh dulu saya juga pernah belajar di Syria, dan universiti itu namanya Universiti Abu Nur.” jawab saya.
“Oh benarkah? Ceritakan kepada saya
tentang Syria… saya bertuah bertemu dengan kamu.” tukasnya teruja dengan
muka yang sangat gembira.
Sesampainya di sini percakapan kami mulai
bertukar topik kepada isu Syria dan pergolakan di Timur Tengah serta
topik-topik lain yang sudah tiada kena-mengena dengan Gangnam. Saya juga
bercerita sedikit sebanyak tentang latar belakang diri saya kepadanya
sebagai membalas kisah hidupnya yang telah dia ceritakan kepada saya.
Lama juga kami bersembang sejak jam 9.00
malam tadi. Kira-kira jam 10.30 malam rakan gadis itu datang ke kawasan
kedai tersebut dan gadis itu meminta izin untuk pergi. Dia membayar
segala pesanan makanan saya dan memperkenalkan dirinya sebagai Sofiyyah
dan rakannya bernama Nadiah. Katanya nama mereka berdua diberikan oleh
imam yang mengislamkan mereka di bandar Seoul merangkap guru murabbi
mereka di Korea Selatan. Saya pula beruntung kerana makan malam saya ada
orang belanja.
Kedua-dua mereka pernah lahir sebagai
manusia yang tidak pernah menganut sebarang agama di Korea namun kini
Allah telah memuliakan mereka dengan agama Islam yang suci. Saya tidak
tahu sejauh mana kebenaran cerita Sofiyyah tentang kisah yang berlaku
kepada adiknya di Gangnam. Kebenaran kisah tersebut saya serahkannya
bulat-bulat kepada Allah. Namun saya berminat untuk kongsikan kisah ini
kepada para pembaca agar para pembaca dapat membuat penilaian sendiri.
Kisah tersebut mungkin benar dan mungkin tidak benar. Namun, di sebalik
kisah yang saya pindahkan daripada Sofiyyah ini, dapatlah kita
mengetahui sesuatu dan menjadikannya sebagai pengajaran.
Apa yang saya suka kongsi satu iktibarnya
ialah, saya melihat betapa Sofiyyah amat bersyukur dan menghargai
nikmat Islam yang dikurniakan Allah kepadanya. Dia sanggup meninggalkan
negerinya dan menjual segala hartanya demi mempelajari bahasa Arab di
bumi Malaysia bagi memahami Al-Quran, malah dia bercita-cita untuk terus
mengembara bagi mempelajari ilmu-ilmu Islam dan menjadi seorang
pendakwah Muslimah di negara Korea untuk Islamkan lebih ramai penduduk
Korea.
Dia seorang yang amat berani, tabah dan
cekal. Lihat saja, bagaimana dia seorang diri berani menyapa seorang
lelaki asing seperti saya di awal kisah tadi. Apa yang saya lihat
padanya, tiada sebarang ketakutan di dalam dirinya dan harapan hidupnya
telah seratus-peratus diserahkan kepada Allah. Dia telah menjual seluruh
jiwa dan raganya hanya kepada Allah semata-mata. Di sebalik kekuatan
dirinya sekarang, saya juga yakin di belakangnya ada seorang murabbi
mursyid yang hebat, iaitu sang imam yang telah mengislamkannya.
Biasanya dibalik orang-orang yang hebat,
di belakang mereka sudah tentu ada para pendidik yang jauh lebih hebat
lagi. Di dalam hati saya berkata sudah tentu peribadi sang imam itu
lebih hebat lagi kerana berjaya membaiki diri Sofiyyah menjadi lebih
kuat sepertimana sekarang. Ia bukanlah sesuatu yang mudah untuk
memulihkan, mendidik dan membangunkan jiwa manusia yang sudah rosak
teruk seperti Sofiyyah dan menjadikannya seorang srikandi yang gagah
perkasa jiwanya.
Sepanjang berjalan kaki pulang ke rumah,
saya banyak tertanya-tanya di dalam hati betapa kita ini begitu leka dan
tidak bersyukur dengan nikmat beragama Islam yang telah Allah
anugerahkan kepada kita sejak kita dilahirkan ke alam dunia.
Di dalam hati saya sepanjang pulang,
“Allahu Rabbi…. alhmdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.” Sambil kaki
saya sekali-sekala menyepak batu-batu kecil di jalanan dan kedua-dua
tangan dimasukkan ke dalam poket jubah putih kiri dan kanan seraya muka
menunduk ke arah tanah…
Sehingga saat ini saya masih tetap
berfikir sendirian, kisah Sofiyyah ini ialah apa yang saya dengar
berlaku di negara Korea yang maju.. bagaimana pula dengan kisah-kisah
gelap seperti kisah gadis-gadis Melayu Islam yang menjadi pelacur kelas
atas di negara kita. Sudah tentu banyak juga kisah-kisah gelap yang
tidak pernah kita dengar tentang mereka. Sebelum ini saya pernah juga
mendengar mengenai kisah-kisah kongsi gelap di negara kita yang
dilindungi oleh orang-orang besar.
Allahu Allah, betapa teruknya manusia
menjadi hamba uang dan kuasa pada zaman ini… Ya Allah, selamatkanlah
kami di dunia dan di akhirat…
[Kisah nyata ini selesai ditulis : hari Ahad, 07 Oktober 2012, 10.55 AM]